Nusron Wahid Bongkar 'Permainan' BPN di Sengketa Lahan Kalla vs GMTD

Nusron Wahid memimpin rapat koordinasi pertanahan di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan

Muhammad Yunus
Kamis, 13 November 2025 | 16:18 WIB
Nusron Wahid Bongkar 'Permainan' BPN di Sengketa Lahan Kalla vs GMTD
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid mengakui adanya kesalahan di internal BPN di kasus sengketa lahan antara PT Hadji Kalla dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) di kawasan Tanjung Bunga, Kota Makassar [SuaraSulsel.id/Istimewa]
Baca 10 detik
  • Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengakui kesalahan internal BPN pada rapat di Makassar mengenai penerbitan dua sertifikat di atas lahan sengketa PT Hadji Kalla dan GMTD
  • Nusron Wahid menyoroti kejanggalan eksekusi lahan oleh Pengadilan Negeri Makassar yang dilaksanakan tanpa proses konstatering yang seharusnya menjadi prosedur baku
  • Masyarakat diimbau memanfaatkan momentum sengketa ini untuk memutakhirkan data sertifikat lahan terbitan tahun 1961 sampai 1997 guna menghindari tumpang tindih

SuaraSulsel.id - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, (ATR/BPN) Nusron Wahid mengakui adanya kesalahan di internal BPN.

Dalam kasus sengketa lahan antara PT Hadji Kalla dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) di kawasan Tanjung Bunga, Kota Makassar.

Hal itu dikatakan Nusron saat memimpin rapat koordinasi pertanahan di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Kamis, 13 November 2025.

"Kalau ditanya, siapa yang salah pada masa itu? yang salah ya orang BPN pada masa itu," ujarnya.

Baca Juga:Appi Gerah Dengan Ulah Mafia Tanah di Makassar: Sekolah dan Ruang Publik Hilang

Menurutnya, BPN pernah menerbitkan dua sertifikat di atas objek lahan yang sama pada tahun yang berbeda.

Ia menyebut hal itu sebagai bukti ada proses yang tidak benar di dalam tubuh lembaganya.

"Berarti ada yang tidak proper di dalam kalangan internal kami di BPN. Lepas bagaimana prosesnya dia main dengan mafia, dengan apa, itu urusan orang luar ya. Tapi urusan kami di dalam ini ada yang tidak benar dalam proses di internal BPN. Itu harus kami akui," kata Nusron.

Ia menegaskan, pembenahan sedang dilakukan agar kasus serupa tidak terulang. Termasuk upaya memberantas mafia tanah.

"Tapi, mafia tanah itu sampai kiamat kurang dua hari pun akan tetap ada. Namanya kejahatan. Yang penting orang BPN harus kuat, tidak tergoda, dan tegas pada aturan," ucapnya.

Baca Juga:Hak Barat Sudah Tidak Diakui, Nusron Wahid Siap Lawan Magdalena De Munnik di Makassar

Nusron menilai, sengketa antara Kalla Group dan GMTD bisa menjadi momentum bagi masyarakat untuk memperbarui data sertifikat lama.

Nusron mengingatkan agar masyarakat yang memiliki lahan luas dan belum terdaftar resmi segera memperjelas batas-batasnya di BPN.

"Kasus tanah Pak JK itu kan sertifikat terbit tahun 1996. Ini momentum bagi semua yang sertifikatnya terbit sejak 1961 sampai 1997 untuk segera dimutakhirkan. Jangan sampai tumpang tindih," ujarnya.

Menteri ATR juga mengungkap, pihaknya telah menerima surat balasan dari pengadilan yang menyatakan tanah milik Jusuf Kalla tidak termasuk dalam area yang dieksekusi. Namun, ia menilai banyak yang janggal dari sikap pengadilan.

Ia sudah memerintahkan BPN Makassar mengirim surat lanjutan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk menunjukkan peta dan Nomor Identifikasi Bidang (NIB) lahan.

"Tapi yang jadi pertanyaan, yang dieksekusi kemarin tanah siapa? Karena di catatan kami, di lokasi itu memang ada tanahnya Pak JK. Masalahnya, pengadilan bilang bukan tanah Pak JK yang dieksekusi, tapi eksekusi dilakukan di lokasi yang sama dan NIB yang sama. Nah, ini yang harus kami selesaikan," bebernya.

Proses Eksekusi Janggal

Nusron Wahid juga menyoroti kejanggalan dalam proses eksekusi lahan oleh Pengadilan Negeri Makassar.

Ia menyebut, eksekusi dilakukan tanpa melalui proses konstatering, yaitu pencocokan objek eksekusi dengan data dan batas di lapangan.

"Kami menerima surat undangan untuk constatering tanggal 17 Oktober, rencananya 23 Oktober. Tapi di hari yang sama, surat pembatalan datang. Lalu tiba-tiba tanggal 3 November, ada eksekusi dan penetapan constatering. Kami tidak tahu kapan constatering itu dilakukan," ujarnya.

Ia menyebut telah mengajukan keberatan kepada pengadilan. Namun jawaban yang diterima belum memuaskan.

"Pertanyaan kami sederhana, kenapa bisa ada eksekusi tanpa constatering?" ucapnya.

Kasus ini, lanjutnya, kini memiliki tiga fakta hukum yang saling bertaut. Pertama, adanya eksekusi pengadilan tanpa constatering.

Kedua, BPN sedang digugat di Pengadilan TUN oleh Mulyono terkait penerbitan sertifikat GMTD.

Ketiga, di atas lahan yang sama terdapat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla.

"Dari tiga fakta ini, baru satu yang dijawab pengadilan bahwa tanah yang dieksekusi bukan milik Pak JK. Tapi bidangnya sama. Nah, ini yang harus kami lanjutkan," tegas Nusron.

Sebelumnya, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Makassar, Muh Natsir Maudu mengungkap bahwa lahan seluas 16,41 hektar yang dieksekusi belum pernah diukur ulang oleh BPN.

"BPN memang sudah menerima surat permohonan constatering, tapi sampai sekarang belum kami laksanakan," kata Natsir pekan lalu.

Ia menjelaskan, di atas lahan itu terdapat dua perkara hukum berbeda. Perkara perdata antara GMTD dan Manyombalang Dg. Sosong yang sudah inkracht, serta perkara TUN antara Mulyono dan GMTD yang masih kasasi.

Masalah semakin rumit karena di area yang sama berdiri lahan bersertifikat HGB atas nama PT Hadji Kalla yang diterbitkan BPN Makassar secara sah sejak 1996.

Sengketa ini mencuat setelah Jusuf Kalla mendatangi langsung lokasi eksekusi di Jalan Metro Tanjung Bunga pada 5 November 2025.

"Kami tidak ada hubungan hukum dengan GMTD. Yang mereka gugat itu penjual ikan. Masa penjual ikan punya tanah seluas ini? Itu kebohongan dan rekayasa," kata JK dengan nada tinggi.

Ia menuding GMTD melakukan perampokan hukum dan menduga ada permainan mafia tanah di balik eksekusi itu.

"Eksekusi harus didahului dengan pengukuran. Mana orang BPN-nya? Tidak ada. Itu aneh," ucapnya.

JK menyebut lahan tersebut dibeli secara sah dari ahli waris Raja Gowa tiga dekade lalu dan kini bersertifikat atas nama PT Hadji Kalla.

"Itu permainan Lippo. Ciri Lippo memang begitu. Jangan main-main di Makassar," katanya geram.

Sementara itu, Presiden Direktur PT GMTD Ali Said mengatakan eksekusi sudah sesuai hukum.

"Pelaksanaan eksekusi menandai berakhirnya sengketa panjang dan menjadi bukti nyata kepastian hukum di Indonesia," ujarnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini