- Sejarah di tanah ini menyimpan banyak nama yang nyaris tenggelam oleh waktu
- Nama lengkapnya Letnan Jenderal Haeruddin Tasning Daeng Toro
- Hertasning menjadi diplomat yang membawa nama Indonesia di kancah dunia
Ia bermimpi memajukan pertanian di kampung halamannya, sesuatu yang sangat dibutuhkan rakyat Sulsel kala itu.
Namun, cita-cita itu terhenti di tengah jalan. Situasi tanah air bergolak, Jepang menduduki Hindia Belanda, dan tak lama kemudian perjuangan menuju kemerdekaan pun meletus.
Hertasning muda tak tinggal diam. Ia bergabung dengan para pemuda Sulawesi Selatan seperti Kahar Muzakkar, Andi Ahmad Rivai, dan Andi Mattalatta untuk bergerilya bersama pasukan Jenderal Soedirman di Klaten, Jawa Tengah.
Di medan tempur itulah, antara dentuman senjata dan semangat kemerdekaan, hidupnya berubah.
Baca Juga:Kenapa Jenderal M Jusuf Belum Diberi Gelar Pahlawan Nasional?
Ia kemudian berpindah ke Yogjakarta. Ia mendatangi tempat para pejuang dirawat dan bertemu seorang gadis bernama R.A. Madahera, putri pejabat daerah Solo, Raden Sugeng Persiswoyo.
Madahera aktif membantu merawat para pejuang yang terluka.
Dari pertemuan di masa perang itu tumbuh benih cinta yang kemudian bersemi menjadi pernikahan pada 1948.
Mereka dikaruniai empat anak. Bambang Irawan, Diah Herawati, Burhanuddin Trianto, dan Ahmad Rayendra.
Pasca-kemerdekaan, Hertasning melanjutkan perjuangannya di tubuh TNI, yang kala itu tengah bertransformasi menjadi tentara nasional yang profesional.
Baca Juga:Detik-Detik Terakhir Pong Tiku, Pahlawan Toraja yang Gugur di Tepi Sungai Sa'dan
Di bawah kepemimpinan A.H. Nasution, ia dipercaya mengemban berbagai posisi penting.
Karier militernya mencakup jabatan Komandan Polisi Militer (CPM) Kodam VII Wirabuana di Manado (1951–1953) dan di Makassar (1953–1955).
Ia kemudian menempuh pendidikan di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SSKAD) Cimahi (1955–1957), dan sempat belajar di Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat (1959–1960), salah satu pusat pelatihan militer tertua di dunia.
Sepulangnya ke tanah air, Hertasning dipercaya sebagai Atase Militer Indonesia di Kairo (1960–1962), kemudian menjabat Dirjen Pengamanan dan Hubungan Luar Negeri di Departemen Luar Negeri (1962–1966).
Namanya juga tercatat sebagai Kepala Komando Intelijen Negara (KIN) pada 1966–1967, serta Kepala Staf Pelaksana Kopkamtib Bidang Luar Negeri (1967–1973). Selepas itu, ia mengabdi sebagai Duta Besar Indonesia untuk Australia (1973–1976) dan Singapura (1976–1978).
Kini, nama Letjen Hertasning diabadikan menjadi salah satu jalan utama di Makassar--Jalan Letjen Hertasning.