- Mengorbankan 48 ekor kerbau, 48 ekor babi, dan membayar kontribusi sosial senilai Rp2 miliar
- Pernyataan Pandji tidak hanya keliru secara fakta, tetapi juga telah melukai perasaan dan harga diri masyarakat adat Toraja
- Pandji dianggap menyinggung tradisi pemakaman di Toraja dengan narasi yang dianggap merendahkan
SuaraSulsel.id - Pernyataan komika Pandji Pragiwaksono dalam sebuah tayangan video yang menyinggung kebiasaan masyarakat Toraja rupanya berbuntut panjang.
Walau sudah melakukan permintaan maaf di media sosial, Tongkonan Adat Sang Torayan (TAST) menjatuhkan sanksi adat dan moral kepada Pandji atas dugaan pelecehan terhadap nilai-nilai luhur dan kesakralan budaya Toraja.
TAST menjatuhkan sanksi adat berat kepada Pandji, termasuk kewajiban mengorbankan 48 ekor kerbau, 48 ekor babi, dan membayar kontribusi sosial senilai Rp2 miliar.
Ketua Umum TAST, Benyamin Ranteallo mengatakan bahwa lembaganya memiliki tanggung jawab moral sekaligus hukum adat dalam menjaga martabat, kesucian, dan kehormatan adat Toraja.
Baca Juga:Pandji Pragiwaksono Minta Maaf ke Masyarakat Toraja, Siap Jalani Proses Hukum
Ia menilai, pernyataan Pandji tidak hanya keliru secara fakta, tetapi juga telah melukai perasaan dan harga diri masyarakat adat Toraja di seluruh Nusantara.
"Atas nama Tongkonan Adat Sang Torayan, kami menyampaikan somasi adat kepada Saudara Pandji Pragiwaksono atas pernyataannya yang menyesatkan dan melecehkan kehormatan adat Toraja," ujar Benyamin.
Dalam potongan video yang beredar di media sosial, Pandji menyinggung tentang tradisi pemakaman di Toraja dengan narasi yang dianggap merendahkan.
Ia menyebut bahwa upacara pemakaman di Toraja merupakan pesta mahal yang sering membuat masyarakat jatuh miskin. Bahkan, ia menyampaikan bahwa karena keterbatasan biaya, sebagian orang Toraja disebut membiarkan jenazah anggota keluarganya berada di ruang tamu hingga mampu membiayai upacara pemakaman.
Pandji juga menambahkan komentar bernada bercanda dengan mengatakan bahwa menonton televisi di ruangan yang ada jenazahnya akan terasa horor, bahkan ketika menonton acara anak-anak seperti Teletubbies.
Baca Juga:Pandji Pragiwaksono Dikecam! Antropolog: Tidak Pantas Dijadikan Lelucon
Bagi masyarakat Toraja, ucapan itu dianggap melecehkan kesakralan adat Rambu Solo’, yaitu upacara pemakaman tradisional yang menjadi simbol penghormatan terakhir kepada leluhur.
Benyamin menjelaskan, Rambu Solo’ bukanlah pesta yang membuang-buang harta, melainkan ritual sakral yang mencerminkan kasih sayang, gotong royong, dan keyakinan terhadap kehidupan setelah kematian.
Di dalamnya terkandung nilai sosial dan solidaritas yang kuat antaranggota masyarakat Toraja.
"Upacara Rambu Solo’ adalah bentuk penghormatan terakhir kepada arwah leluhur. Di baliknya ada nilai tolong-menolong antar Tongkonan, serta pembagian rezeki melalui daging kurban yang dibagikan kepada masyarakat sekitar," jelas Benyamin.
Menurutnya, adat Toraja tidak pernah menjadi penyebab kemiskinan masyarakatnya. Justru adatlah yang menjadi penyangga ekonomi sosial karena setiap keluarga yang berduka tidak pernah dibiarkan sendirian. Seluruh rumpun dan kerabat ikut membantu sesuai kemampuan masing-masing.
"Menyebut adat sebagai penyebab kemiskinan adalah bentuk simplifikasi yang dangkal. Keserakahan dan hilangnya makna gotong royonglah yang membuat manusia miskin hati," tegasnya.