- Lahan yang sudah dieksekusi Pengadilan Negeri Makassar itu ternyata belum pernah dikonstatering
- BPN belum melakukan proses pencocokan objek eksekusi terhadap lahan yang diklaim GMTD
- Pengukuran merupakan tahapan penting yang wajib dilakukan sebelum pelaksanaan eksekusi oleh pengadilan
SuaraSulsel.id - Sengkarut sengketa lahan antara PT Hadji Kalla dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) di kawasan Tanjung Bunga, Makassar semakin panas.
Fakta baru terungkap bahwa lahan seluas 16,41 hektar yang sudah dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Makassar itu ternyata belum pernah dikonstatering atau pencocokan objek eksekusi.
Untuk memastikan batas-batas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Makassar, Muh Natsir Maudu mengatakan BPN belum melakukan proses pencocokan objek eksekusi terhadap lahan yang diklaim GMTD.
Baca Juga:6 Kasus Sengketa Tanah Paling Menyita Perhatian di Makassar Sepanjang 2025
Padahal, pengukuran merupakan tahapan penting yang wajib dilakukan sebelum pelaksanaan eksekusi oleh pengadilan.
"BPN memang sudah menerima surat permohonan untuk pelaksanaan konstatering, tapi sampai sekarang belum kami laksanakan," kata Natsir, Jumat, 7 November 2025.
Menurutnya, di atas lahan itu terdapat dua perkara hukum berbeda. Pertama, perkara perdata antara GMTD dan Manyomballang Daeng Sosong yang telah berkekuatan hukum tetap dan menjadi dasar eksekusi.
Kedua, perkara tata usaha negara (TUN) antara Mulyono dan GMTD yang masih berproses di tingkat kasasi.
Masalah makin pelik karena di lokasi yang sama juga berdiri lahan bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla, yang diterbitkan secara sah oleh BPN Makassar.
Baca Juga:Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
Temuan itu juga yang mendorong Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) turun tangan.
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid mengaku pihaknya telah mengirimkan surat resmi ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar untuk mempertanyakan dasar hukum pelaksanaan eksekusi.
Menurut Nusron, tindakan pengadilan dianggap belum sesuai prosedur. Karena dilakukan tanpa proses constatering sebagaimana diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 93 Ayat 2.
"Proses eksekusinya belum melalui pengukuran atau pencocokan objek. Itu wajib dilakukan untuk memastikan batas dan luas tanah sesuai putusan pengadilan," ujar Nusron di Jakarta, Kamis, 6 November 2025.
Ia menegaskan, tanpa constatering, ada risiko kesalahan objek eksekusi yang bisa berujung pada penyerobotan lahan milik pihak lain.
![Penampakan lahan seluas 16 Ha di Kawasan Tanjung Bunga, Kota Makassar yang jadi objek sengketa Kalla VS PT GMTD [Suara.com/Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/11/07/48076-tanah-jusuf-kalla.jpg)
Apalagi, sengketa ini melibatkan tiga pihak, GMTD, Mulyono, dan PT Hadji Kalla, yang masing-masing memiliki klaim dan dasar hukum berbeda atas tanah tersebut.
"Kami mempertanyakan proses eksekusi karena di atas lahan itu masih ada dua masalah hukum. Kok bisa tiba-tiba langsung dieksekusi?," tegasnya.
Sebelumnya, Jusuf Kalla (JK), pemilik perusahaan PT Hadji Kalla sekaligus Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, mendatangi langsung lokasi sengketa di Jalan Metro Tanjung Bunga, Rabu, 5 November 2025.
JK terlihat geram. Ia menuding langkah GMTD sebagai bentuk perampokan hukum dan menuding adanya permainan mafia tanah di balik proses eksekusi.
"Kami tidak ada hubungan hukum dengan GMTD. Yang mereka gugat itu penjual ikan. Masa penjual ikan punya tanah seluas ini? Itu kebohongan dan rekayasa," ujar JK.
Menurutnya, lahan tersebut dibeli secara sah dari ahli waris Raja Gowa sekitar tiga dekade lalu dan kini telah bersertifikat HGB atas nama PT Hadji Kalla.
"Itu permainan Lippo. Ciri Lippo memang begitu. Jangan main-main di Makassar ini," ucapnya tajam.
JK menilai eksekusi oleh PN Makassar cacat prosedur karena dilakukan tanpa kehadiran BPN. Ia pun menduga ada kekeliruan dalam penetapan objek perkara.
"Eksekusi harus didahului dengan pengukuran. Mana orang BPN-nya? Tidak ada. Itu aneh," katanya.
![Jusuf Kalla meninjau lahan sengketa di Jalan Metro Tanjung Bunga, kota Makassar yang diklaim oleh PT GMTD [SuaraSulsel.id/Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/11/05/57663-jusuf-kalla.jpg)
Diketahui, gugatan dilayangkan oleh GMTD ke Pengadilan Negeri Makassar pada 09 Oktober 2025. Perkara nomor 475/Pdt.G/2025/Pn Makassar itu disidangkan pada tanggal 23 dan 30 Oktober 2025, namun kedua pihak tidak hadir.
Kuasa hukum PT Hadji Kalla, Azis Tika menyatakan pihaknya telah mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk membatalkan atau setidaknya menunda pelaksanaan eksekusi hingga status hukum lahan benar-benar jelas.
"Klien kami telah mengajukan permohonan pembatalan penetapan eksekusi. Kami menilai masih ada kekeliruan hukum dalam proses ini," ujar Azis.
Azis menjelaskan, lahan yang disengketakan memiliki alas hak yang sah berupa empat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla.
Sertifikat itu diterbitkan oleh BPN Makassar pada 8 Juli 1996 dan telah diperpanjang hingga 24 September 2036.
Menurutnya, perusahaan telah menguasai lahan tersebut sejak 1993 melalui transaksi jual beli sah dari ahli waris pemilik sebelumnya, keluarga Karaeng Idjo, keturunan Pallawarukka.
Lahan itu juga telah dipagari dan dilakukan pematangan sejak lama sebagai bagian dari rencana pengembangan properti terintegrasi.
"Jadi kepemilikan kami sangat jelas, berdasar jual beli sah sejak 1993. Tidak ada unsur penyerobotan," tegasnya.
Azis menilai langkah GMTD yang mengajukan eksekusi lahan itu keliru karena Hadji Kalla bukan pihak dalam perkara sebelumnya, yakni Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Mks, antara GMTD melawan Manyombalang Dg. Solong.
"Putusan itu hanya mengikat pihak yang berperkara, bukan pihak ketiga seperti Hadji Kalla," jelasnya.
Ia menambahkan, perkara yang dimenangkan GMTD melibatkan pihak yang sudah meninggal dunia dan tidak pernah menguasai tanah yang kini dimiliki Hadji Kalla.
"Kalau objeknya berbeda, ini jelas salah objek. Itu pelanggaran hukum," ujarnya.
Suara.com sudah berusaha mengonfirmasi mengenai pernyataan BPN dan Jusuf Kalla. Namun, hingga kini Humas GMTD, Anggraini belum merespon.
Sebelumnya, PT GMTD mengaku berhasil melaksanakan eksekusi pengosongan dan penyerahan lahan seluas ±16 hektare yang berlokasi di Jalan Metro Tanjung Bunga, Kota Makassar.
Eksekusi berdasarkan Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi Nomor 21 EKS/2012/PN.Mks. jo No.228/Pdt.G/2000/PN.Mks yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Eksekusi dilakukan pada hari Senin, 3 November 2025 lalu oleh Pengadilan Negeri Makassar, dipimpin langsung oleh Panitera dan Juru Sita Pengadilan Negeri Makassar dengan pengamanan dari Polrestabes Makassar dan Kodim 1408/Makassar.
Langkah eksekusi ini merupakan tahap akhir dari proses hukum ketika PT GMTD mengajukan gugatan terkait penguasaan lahan secara melawan hukum oleh pihak lain.
Setelah melalui proses peradilan yang sah, putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap telah menyatakan bahwa lahan dimaksud merupakan milik sah PT GMTD.
"Kami bersyukur bahwa proses hukum telah berjalan secara adil dan transparan. Pelaksanaan eksekusi menandai berakhirnya sengketa panjang dan menjadi bukti nyata kepastian hukum di Indonesia," ujar Presiden Direktur PT GMTD, Ali Said.
Dengan selesainya eksekusi, lahan tersebut diklaim berada dalam penguasaan PT GMTD. Perseroan berencana mengembangkan kawasan Tanjung Bunga.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing