30 Tahun Tak Usai: Sengketa Lahan Manggala Makassar Jadi Bom Waktu Aset Negara?

Lahan seluas 52 hektare di Kecamatan Manggala, kota Makassar jadi sengketa berlarut

Muhammad Yunus
Senin, 27 Oktober 2025 | 13:41 WIB
30 Tahun Tak Usai: Sengketa Lahan Manggala Makassar Jadi Bom Waktu Aset Negara?
Anggota Komisi II DPR RI, Taufan Pawe kunjungan kerja ke Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Selatan, Senin, 27 Oktober 2025 [Suara.com/Istimewa]
Baca 10 detik
  • Kasus serupa berpotensi menjadi celah bagi mafia tanah untuk menguasai aset negara secara legal
  • Taufan Pawe menilai akar persoalan kasus Manggala adalah belum tuntasnya status hukum 
  • Situasi semakin kompleks karena adanya tumpang tindih keputusan antara BPN, pemerintah provinsi, dan pemerintah kota

SuaraSulsel.id - Lahan seluas 52 hektare di Kecamatan Manggala, kota Makassar jadi sengketa berlarut. Hal ini jadi persoalan klasik dalam tata kelola aset negara.

Jika dibiarkan, kasus serupa berpotensi menjadi celah bagi mafia tanah untuk menguasai aset negara secara legal.

Anggota Komisi II DPR RI, Taufan Pawe menilai akar persoalan kasus Manggala adalah belum tuntasnya status hukum tanah negara yang diklaim sebagai milik ahli waris.

"Masalahnya terjadi karena status tanah bekas HGU ini masih digugat oleh pihak yang mengaku ahli waris. Akibatnya, tidak ada kepastian hukum," ujar Taufan saat kunjungan kerja ke Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Selatan, Senin, 27 Oktober 2025.

Baca Juga:Taufan Pawe Usul Peradilan Khusus Pemilu: 14 Hari Penyidikan Terlalu Singkat

Menurut Taufan, situasi semakin kompleks karena adanya tumpang tindih keputusan antara BPN, pemerintah provinsi, dan pemerintah kota.

Di atas lahan yang masih disengketakan, telah terbit sejumlah izin dan sertifikat, termasuk Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan Hak Guna Bangunan (HGB).

"Keputusan penerbitan HPL dan HGB dibuat ketika lahan masih berstatus sengketa. Ini berpotensi menimbulkan maladministrasi dan menjadi celah hukum," tegasnya.

Taufan meminta agar pemerintah melakukan audit legal menyeluruh terhadap seluruh surat keputusan dan sertifikat di kawasan tersebut.

Salah satunya adalah HGB Nomor 1 Manggala atas nama Koperasi PNS Beringin yang diterbitkan pada 1991 berdasarkan SK DPRD dan Wali Kota untuk pembangunan perumahan pegawai negeri sipil.

Baca Juga:Kisah 6 Orang Makassar Tewaskan 300 Tentara di Thailand

Namun, menurut Taufan, dokumen itu tetap perlu ditinjau kembali.

"Kalau putusan pengadilan nanti memenangkan ahli waris, maka hak atas tanah bisa dibatalkan. Ini bisa menimbulkan potensi kerugian negara yang besar," ujarnya.

Untuk mencegah hal itu, ia menyarankan adanya revisi atau penerbitan ulang HGB dengan dasar hukum final.

Selain itu, Kementerian Dalam Negeri juga harus turun tangan. Karena di atas lahan itu diketahui berdiri sekitar 484 rumah pegawai negeri sipil, sebagian besar dibangun dengan status kepemilikan yang sah.

"Perlu solusi win-win solution agar negara tidak rugi dan masyarakat tetap punya kepastian hukum," tambahnya.

Perumahan Bukit Graha Praja Indah atau Kompleks Gubernuran Manggala Kota Makassar digugat oleh warga bernama Magdalena De Munnik sebagai penggugat intervensi dan Samla Dg Ngimba sebagai penggugat asal [SuaraSulsel.id/Muhammad Yunus]
Perumahan Bukit Graha Praja Indah atau Kompleks Gubernuran Manggala Kota Makassar digugat oleh warga bernama Magdalena De Munnik sebagai penggugat intervensi dan Samla Dg Ngimba sebagai penggugat asal [SuaraSulsel.id/Muhammad Yunus]

Akar Sengketa Lama

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini