Darurat Tambang di Timur Indonesia, Aktivis Serukan Moratorium

Seruan untuk menghentikan sementara penerbitan izin tambang

Muhammad Yunus
Senin, 13 Oktober 2025 | 12:29 WIB
Darurat Tambang di Timur Indonesia, Aktivis Serukan Moratorium
Ilustrasi lubang tambang di Kaltim [Suara.com/Istimewa]
Baca 10 detik
  • Moratorium izin tambang mineral dan batubara (minerba), baik di tingkat nasional maupun daerah
  • Aktivitas tambang meninggalkan jejak panjang kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan krisis ekonomi lokal
  • Krisis ekologi, pelanggaran HAM, dan kemiskinan struktural di wilayah tambang

SuaraSulsel.id - Seruan untuk menghentikan sementara penerbitan izin tambang kembali menggema dari kawasan timur Indonesia.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Working Group Koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Regional Sulawesi–Papua.

Menegaskan urgensi diberlakukannya moratorium izin tambang mineral dan batubara (minerba), baik di tingkat nasional maupun daerah.

Seruan itu mengemuka dalam diskusi media bertajuk “Urgensi Moratorium Izin Tambang: Mendorong Perbaikan Tata Kelola Minerba dari Timur” yang digelar secara hybrid di Palu, Sulawesi Tengah.

Baca Juga:Tragis! Penambang Tewas di Palu, DPRD Desak Tindakan Tegas

Keran Izin Tambang Kian Longgar

PWYP menilai, aktivitas eksploitasi tambang berpotensi semakin masif setelah diterbitkannya UU Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta PP Nomor 39 Tahun 2025.

Regulasi ini dinilai membuka lebih banyak peluang penerbitan izin pertambangan, termasuk bagi koperasi, UKM, badan usaha keagamaan, hingga BUMN dan BUMD.

Namun di sisi lain, aktivitas tambang selama ini justru meninggalkan jejak panjang kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan krisis ekonomi lokal.

“Yang dibutuhkan sekarang bukan membuka keran izin baru, tetapi moratorium izin tambang,” tegas Ariyansah Kiliu, peneliti PWYP Indonesia, dalam rilisnya, Senin 13 Oktober 2025.

Baca Juga:25 Perusahaan Tambang di Sultra Tetap Beroperasi Meski Izin Dicabut

Ia mencontohkan, produksi batu bara Indonesia telah melampaui batas RUEN yang ditetapkan dalam Perpres Nomor 22 Tahun 2017.

“RUEN mengamanatkan produksi maksimal 400 juta ton sejak 2019, tapi pada 2024 angka produksi sudah menembus 800 juta ton,” ujarnya.

Dampak Nyata di Lapangan

Di Sulawesi Tengah, Yayasan Kompas Peduli Hutan (KoMIU) menilai investasi tambang belum memberi manfaat signifikan bagi masyarakat.

Sebaliknya, yang muncul justru konflik sosial, kerusakan jalan, banjir, krisis air bersih, dan deforestasi.

“Pemerintah harus segera melakukan moratorium seluruh izin tambang logam di daerah. Jangan hanya mengejar investasi,” kata Ufudin dari KoMIU.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini