- Seorang WNA Filipina, Prescy Libanon Sono, dideportasi setelah 19 tahun tinggal ilegal di Sulut.
- Prescy meninggalkan suami yang merupakan WNI dan lima orang anak hasil pernikahan secara agama.
- Kisah deportasi Prescy viral dan menuai simpati luas dari netizen yang menyayangkan keputusan itu.
SuaraSulsel.id - Suasana haru menyelimuti Kantor Imigrasi (Kanim) Kotamobagu, Sulawesi Utara, pada Selasa, 16 September 2025. Tangis seorang ibu pecah saat memeluk erat kedua anaknya sebelum dipulangkan paksa ke negara asalnya.
Perempuan itu, Prescy Libanon Sono, seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Filipina, harus meninggalkan lima buah hatinya di Indonesia setelah 19 tahun menetap secara ilegal.
Momen perpisahan yang memilukan itu terekam dan menjadi viral di media sosial, memicu gelombang simpati dan perdebatan dari warganet.
Dalam video yang diunggah akun TikTok @totabuankras, Prescy yang tak kuasa menahan air mata, membisikkan janji kepada anak-anaknya.
Baca Juga:Istri Tidak Percaya Brigadir Ridhal Ali Tomi Bunuh Diri Dalam Mobil Mewah
"Mama pasti balik. Jaga kesehatan yah," ucapnya lirih, sebuah kalimat sederhana yang sarat akan harapan dan kesedihan mendalam.
Prescy bukanlah orang baru di tanah Bolaang Mongondow Timur (Boltim). Selama 19 tahun, ia telah membangun kehidupannya di Desa Matabulu, Kecamatan Nuangan.
Ia masuk ke Indonesia pada tahun 2006 melalui jalur laut tanpa dokumen keimigrasian yang sah.
Di sinilah ia bertemu dengan seorang pria lokal, menikah secara agama, dan dikaruniai lima orang anak.
Keberadaannya yang telah menyatu dengan masyarakat lokal membuat deportasinya terasa begitu menyakitkan, tidak hanya bagi keluarga tetapi juga bagi publik yang mengikuti kisahnya.
Baca Juga:Ratusan Jiwa Warga Pulau Ruang Sulawesi Utara Akan Dievakuasi
Bagi banyak orang, Prescy adalah bagian dari komunitas, seorang ibu yang membesarkan anak-anaknya di bumi Indonesia.
Pihak Kantor Imigrasi Kotamobagu menjelaskan bahwa deportasi ini merupakan bagian dari penegakan hukum keimigrasian.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, setiap WNA yang masuk dan tinggal di Indonesia tanpa dokumen sah telah melakukan pelanggaran.
Kepala Kantor Imigrasi Kotamobagu, Harapan Nasution, menyatakan proses ini dilakukan dengan pendekatan humanis dan berkoordinasi erat dengan Konsulat Jenderal Filipina di Manado.
Kasus Prescy mencuat setelah namanya sempat masuk dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) pada Pemilu 2024, yang kemudian memicu pemeriksaan status kewarganegaraannya.
Meski melanggar hukum, pihak imigrasi mempertimbangkan aspek kemanusiaan.