SuaraSulsel.id - Akhir Juni 2025, suasana di kawasan wisata Karst Leang-Leang, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, sempat memanas.
Akibat insiden yang melibatkan seorang turis asal Polandia bernama Piotr Marcin Lubawy.
Pria berusia 42 tahun itu terpaksa diamankan oleh aparat Polsek Bantimurung demi menjaga keselamatan jiwanya.
Sekaligus mencegah kemungkinan bentrokan dengan warga setempat.
Baca Juga:Instagram 7 Kepala Daerah di Sulsel: Siapa Paling Banyak Pengikut ?
Peristiwa ini berawal dari kehadiran Marcin—sapaan akrab Piotr—yang tengah menjelajah kawasan wisata alam karst di Maros.
Ia sebelumnya sudah mengunjungi Karst Rammang-Rammang dan kemudian memutuskan berjalan kaki menuju situs purbakala Leang-Leang, salah satu destinasi bersejarah di Sulawesi Selatan yang terkenal dengan lukisan gua kuno.
Namun, dalam perjalanan tersebut, terjadi kesalahpahaman dengan sekelompok anak-anak yang ditemuinya di jalan.
Menurut Kapolsek Bantimurung AKP Siswandi, anak-anak itu sempat berinteraksi dengan Marcin.
Dalam percakapan singkat, mereka menyebut kalimat bernada ejekan, “You are crazy (kamu gila),” yang memicu kemarahan Marcin.
Baca Juga:Tragis! Mahasiswi Unhas Terseret Air Bah Saat Mandi di Sungai Maros
“Dia memang datang untuk berwisata, dan berjalan kaki seorang diri dengan ransel besar. Mungkin anak-anak ini belum terbiasa melihat bule jalan sendiri di wilayah itu, sehingga mereka bercanda atau mengejek,” ujar Siswandi kepada wartawan, Jumat, 28 Juni 2025.
Akibatnya, Marcin yang merasa tersinggung mengambil batu dan tongkat bambu, lalu mengancam akan melempari mereka.
Aksinya tersebut direkam oleh warga dan video tersebut cepat menyebar di media sosial, menimbulkan berbagai spekulasi termasuk tudingan bahwa yang bersangkutan mengalami gangguan jiwa.
Namun, AKP Siswandi dengan tegas membantah narasi yang menyebut Marcin tidak waras.
Ia menjelaskan bahwa turis asal Polandia itu bekerja sebagai perawat terapi di negaranya dan hanya mengalami miskomunikasi yang memicu reaksi emosional.
“Dia tidak gila, hanya salah paham. Mungkin karena lelah dan tersinggung disebut gila. Kami amankan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan,” katanya.
Setelah kejadian tersebut, petugas dari Polsek Bantimurung langsung mengamankan Marcin ke kantor polisi.
Ia diberi makanan, kopi, dan tempat beristirahat agar tenang kembali. Langkah cepat ini dilakukan untuk menenangkan suasana serta melindungi Marcin dari potensi amukan warga.
Tak lama kemudian, pihak Kantor Imigrasi Kelas I TPI Makassar ikut turun tangan.
Kepala Kantor Imigrasi, Abdi Widodo Subagyo, mengonfirmasi bahwa dokumen perjalanan Marcin sah dan masih berlaku.
“Paspor, visa, dan dokumen-dokumen pendukungnya lengkap. Saat ini masih kami periksa lebih lanjut terkait motif perjalanannya dan kronologi kejadian,” ujar Abdi.
Marcin sendiri dalam keterangannya mengaku datang ke Maros untuk mempelajari sejarah dan budaya lokal.
Ia tertarik dengan situs-situs kuno yang masih alami dan terjaga keasliannya. Namun, insiden dengan anak-anak tersebut mengusik perjalanannya yang seharusnya damai.
“Saya bisa marah, saya juga punya hak untuk melindungi diri saya sendiri. Saya bilang ke mereka untuk pergi, tapi tetap mengikuti saya. Maka saya ambil batu dan tongkat bambu. Saya tidak melukai mereka, hanya mengusir,” jelas Marcin dalam pengakuannya.
Meski sempat emosi, Marcin mengaku lega setelah kehadiran Bhabinkamtibmas dan Babinsa Bantimurung yang mendampinginya dan membubarkan warga yang sempat berkumpul.
Menurutnya, dukungan aparat lokal membuatnya merasa lebih aman dan dihargai sebagai turis.
Ia pun menyatakan tidak memiliki niat jahat atau membuat keributan selama berada di Indonesia.
Marcin dijadwalkan akan melanjutkan perjalanannya ke Malaysia dan India setelah masa visanya di Indonesia berakhir pada 8 Juli 2025.
Ia berharap insiden ini bisa menjadi pelajaran bersama—baik untuk warga lokal agar lebih ramah terhadap wisatawan. Maupun untuk wisatawan agar lebih berhati-hati dalam bersikap dan berkomunikasi di lingkungan asing.
Peristiwa ini mengingatkan kita bahwa dalam era globalisasi, pertemuan budaya yang berbeda bisa berujung salah paham jika tidak disertai rasa saling menghargai.
Miskomunikasi yang kecil bisa membesar jika tidak cepat ditangani. Untungnya, aparat keamanan dan imigrasi bertindak cepat, menjaga situasi tetap kondusif, dan menunjukkan wajah Indonesia yang ramah dan profesional dalam menghadapi wisatawan mancanegara.