SuaraSulsel.id - Suara mesin yang menderu, gulungan kain yang bergerak cepat di atas sablon digital. Hingga aroma tinta cetak yang khas menyambut setiap pengunjung yang memasuki ruang Lily Ballroom di Hotel Four Points by Sheraton, Makassar.
Di ruang inilah, pameran Indonesia Apparel Production & Graphic Expo (IAPGE) berlangsung pada 18-20 Juni 2025.
Puluhan pelaku industri grafika dan produksi pakaian dari seluruh penjuru Indonesia hadir di ruang tersebut.
Mereka menjual dan memamerkan inovasi terbaru di bidang pencetakan digital dan grafika.
Baca Juga:Ekonomi Digital Tak Lagi Elit, Ibu Jamu Kini Melek QRIS
Dari mesin sablon direct-to-film (DTF) hingga teknologi pencetak tekstil berbasis UV, semuanya ditampilkan. Industri grafika kini telah berubah dan bergerak cepat.
"Dulu cetaknya offset. Sekarang, cukup foto di ruangan tertentu, bisa langsung terbaca semua lekukan tubuh sesuai kainnya," kata Ketua Komunitas Pegiat Grafika Indonesia atau Kopi Grafika, Usman Batu Bara, Rabu, 18 Juni 2025.
Usman bilang usaha ini tidak sekadar berbicara soal mesin. Ia menggarisbawahi pentingnya kreativitas dan adaptasi dalam industri yang menjadi tulang punggung banyak sektor ekonomi kreatif ini.
Menurutnya, mencetak saja tak cukup. Nilai tambah harus datang dari kreativitas dan keberanian mengemas ulang produk.
"Kalau hanya jual jasa cetak, tak ada harganya. Tapi kalau dikemas jadi produk, seperti buku atau kemasan makanan, nilai jualnya bisa empat kali lipat. Semua bergantung pada kreativitas," ujar Usman.
Baca Juga:Jadi Korban Pinjol Ilegal? Lapor OJK di Nomor WhatsApp Ini
Bagi Usman, daerah seperti Sulawesi Selatan seharusnya tak sekadar jadi pasar. Namun juga sudah harus menjadi produsen.
Ia mendorong lahirnya perusahaan-perusahaan skala kecil dan menengah di setiap kecamatan untuk memenuhi kebutuhan cetak. Mulai dari sablon kaus, seragam sekolah, hingga kemasan UMKM.
"Tak perlu ke Jawa lagi untuk cetak. Makassar juga sudah punya mesin-mesin canggih," katanya.
Meski kondisi perekonomian tengah lesu, industri grafika justru menunjukkan pertumbuhan yang tetap positif.
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, nilai pasar apparel di Indonesia mencapai 22 miliar dolar AS, dengan tingkat pertumbuhan sekitar 4 persen setiap tahunnya.
Optimisme ini juga terlihat dari antusiasme pelaku usaha dalam mengikuti pameran, termasuk dalam menampilkan mesin-mesin cetak digital berteknologi tinggi yang harganya bervariasi dari ratusan juta hingga miliaran rupiah.