Geger! Mantan Sekda Sulsel Tagih Gaji 8 Miliar, Pemprov: Dasar Hukumnya Mana?

Tanpa dasar hukum berupa SK Presiden, maka pembayaran hak kepegawaian tidak bisa dilakukan

Muhammad Yunus
Selasa, 17 Juni 2025 | 22:16 WIB
Geger! Mantan Sekda Sulsel Tagih Gaji 8 Miliar, Pemprov: Dasar Hukumnya Mana?
Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Jufri Rahman [Suara.com/Humas Pemprov Sulsel]

SuaraSulsel.id - Mantan Sekretaris Provinsi Sulawesi Selatan, Abdul Hayat Gani, kembali menyuarakan tuntutannya soal hak kepegawaian.

Ia mendesak Pemerintah Provinsi Sulsel segera menyelesaikan pembayaran gaji dan tunjangan selama ia dinonaktifkan.

Abdul Hayat menyebut sejak dinonaktifkan pada 2022, dirinya tidak menerima gaji pokok dan tunjangan lainnya.

Menurutnya, total hak yang belum dibayarkan mencapai Rp8,03 miliar hingga dirinya resmi pensiun sebagai ASN.

Baca Juga:Prabowo Izinkan Kegiatan di Hotel, Pemprov Sulsel: Anggarannya Sudah Tidak Ada!

Pernyataan tersebut disampaikan Hayat Gani baru-baru ini dan langsung memantik reaksi dari Pemprov Sulsel.

Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel, Jufri Rahman, menjelaskan posisi hukum terkait tuntutan tersebut.

Jufri didampingi Kepala Biro Hukum Herwin Firmansyah dan Plt Kepala BKD, Sukarniaty Kondolele.

Dalam konferensi pers, Jufri menegaskan tidak ada Surat Keputusan Presiden yang mengangkat kembali Abdul Hayat.

“Sampai pensiun, tidak ada SK Presiden yang membatalkan pemberhentian Pak Hayat sebagai Sekda,” tegas Jufri.

Baca Juga:Pemprov Sulsel Rumahkan 2.017 Tenaga Honorer, Ini Penjelasan dan Dasar Hukumnya

Tanpa dasar hukum berupa SK Presiden, maka pembayaran hak kepegawaian tidak bisa dilakukan.

Pemprov Sulsel tetap mematuhi aturan tentang pembayaran gaji dan tunjangan sesuai ketentuan hukum berlaku.

“Gaji dan tunjangan harus dibayar atas dasar hukum, apalagi ini menyangkut penggunaan uang negara,” ujarnya.

Jufri menyebut Hayat hanya diakui sebagai ASN pada jabatan analis pengembangan SDM aparatur.

Ia merujuk pada SK Gubernur Sulsel Nomor 821.25/61/2022 tertanggal 13 Desember 2022.

Selain itu, Hayat juga memiliki SK sebagai Staf Ahli Gubernur Bidang Kesejahteraan Rakyat sejak Agustus 2024.

Dengan demikian, Pemprov hanya membayarkan hak sesuai jabatan yang memiliki SK resmi tersebut.

TPP atau tunjangan kinerja hanya dapat dibayarkan jika ASN memenuhi kewajiban pengisian e-Kinerja.

Hayat Gani disebut tidak menyusun dan mengisi dokumen kinerja selama menjabat posisi analis.

Padahal, dasar pemberian TPP diatur dalam Permenpan RB Nomor 6 Tahun 2022 dan Kepmendagri 900/4700/2020.

Dalam Permenpan, evaluasi kinerja menjadi syarat mutlak pembayaran tunjangan bagi ASN.

Sementara dalam Kepmendagri, pemberian TPP harus disetujui berdasarkan kinerja dan disiplin kerja pegawai.

Jufri juga menyebut Pergub Sulsel Nomor 2 Tahun 2024 mempertegas kewajiban pengisian e-Kinerja.

Dokumen harus diajukan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya untuk jadi dasar pembayaran TPP.

Karena tidak melakukan pengisian, maka Pemprov tidak memiliki dasar hukum membayar tunjangan tersebut.

Hal serupa ditegaskan Kepala Biro Hukum, Herwin Firmansyah dalam penjelasan terpisah ke media.

Ia merujuk pada Pasal 141 ayat (1) PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Dalam aturan itu disebutkan, setiap pengeluaran harus disertai bukti lengkap dan sah secara hukum.

Herwin juga menyinggung surat BKN Nomor 6502 tertanggal 30 April 2025 tentang posisi Hayat.

Surat BKN itu menegaskan Hayat hanya memegang dua SK: sebagai pelaksana dan sebagai staf ahli.

Tidak ada SK baru yang membatalkan Keppres pemberhentian Hayat sebagai Sekda Sulsel.

Sehingga menurut Herwin, Pemprov tidak punya dasar membayar gaji dan tunjangan seperti tuntutan tersebut.

Tanpa SK pengangkatan kembali, maka semua pembayaran bisa melanggar aturan pengelolaan keuangan daerah.

Sementara itu, Plt Kepala BKD Sulsel, Sukarniaty Kondolele, ikut menanggapi persoalan ini.

Ia menjelaskan bahwa pembayaran TPP tidak bisa dilakukan hanya karena pernah menjabat di jabatan tertentu.

Menurutnya, pemberian TPP dinilai setiap bulan dari dua aspek: produktivitas kerja dan disiplin kerja.

Hal itu mengacu pada Keputusan Mendagri Nomor 900/4700 Tahun 2020 tentang Tata Cara Persetujuan TPP ASN.

Sukarniaty menjelaskan, produktivitas kerja mencakup pelaksanaan tugas dan penilaian dari atasan langsung.

Jika pegawai tidak menjalankan tugas atau tidak dinilai oleh pejabat penilai, maka TPP tidak bisa dibayar.

Dalam kasus Abdul Hayat, dokumen penilaian dan sasaran kerja tidak pernah dimasukkan ke sistem e-Kinerja.

Sehingga Pemprov menilai tidak ada dasar pembayaran hak keuangan sebagaimana yang ia tuntut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini