Rebutan Pulau, Sengketa Panas Sulsel dan Sultra di Laut

Perebutan wilayah antar provinsi kembali menjadi sorotan publik

Muhammad Yunus
Minggu, 15 Juni 2025 | 11:44 WIB
Rebutan Pulau, Sengketa Panas Sulsel dan Sultra di Laut
Potret pulau Kakabia dari Google [SuaraSulsel.id/Google]

Pemkab Buton Selatan juga bersikukuh bahwa Pulau Kakabia masuk dalam wilayahnya sebagaimana tercantum dalam lampiran Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2014.

Sengketa ini kemudian menimbulkan ketidakjelasan batas wilayah antara kedua kabupaten dan dikhawatirkan mengganggu pelayanan publik serta pembangunan di wilayah terkait.

Setelah Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 terbit, Gubernur Sulawesi Tenggara saat itu, Ali Mazi, turut mengambil sikap tegas dalam memperjuangkan klaim provinsinya atas Pulau Kawi Kawia.

Pada April 2022, Ali bahkan mendatangi langsung Komisi II DPR RI untuk menyampaikan keberatan dan meminta peninjauan ulang terhadap Permendagri Nomor 45 Tahun 2011.

Baca Juga:11 Ribu Lulusan SMP di Kota Makassar Terancam Tidak Lanjut ke SMA Negeri

Menurutnya, Permendagri tersebut bertentangan dengan Undang-Undang yang lebih tinggi yaitu UU 16/2014.

Meski demikian, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan judicial review yang diajukan Bupati dan Ketua DPRD Kepulauan Selayar.

Putusan MK Nomor 24/PUU-XVI/2018 menyatakan bahwa permohonan tidak dapat diterima dan putusan tersebut bersifat final serta mengikat.

Mahkamah Konstitusi menolak mengadili permohonan tersebut karena Basli Ali sebagai Pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum untuk ajukan permohonan.

Sehingga demikian, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tetap mengacu pada Keputusan Mendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 yang mencantumkan Pulau Kakabia sebagai bagian dari Kabupaten Kepulauan Selayar.

Baca Juga:5 Maklumat MUI Kota Makassar Terkait LGBT

Keputusan ini menjadi dasar hukum baru yang kembali menguatkan klaim Sulsel.

Namun, Pemprov Sulawesi Tenggara tegas menyatakan keberatan.

Sejak 2015 hingga 2022, mereka telah mengirim lima surat resmi ke Kementerian Dalam Negeri sebagai bentuk protes dan permohonan audiensi terkait status pulau tersebut.

Surat-surat tersebut antara lain: Surat No. 135/2036 (Mei 2015), No. 135/990 (Februari 2016), No. 135/1991 (Mei 2021), No. 019.3/895 (Februari 2022), dan No. 136/1381 (Maret 2022). Sayangnya, semua surat itu tak kunjung mendapat respon.

Alasan kedua yang disampaikan Gubernur Ali Mazi adalah keberadaan dokumen resmi yang memperkuat klaim Sultra.

Salah satunya adalah peta lampiran UU 16/2014 serta fakta sejarah yang menunjukkan bahwa Pulau Kawi Kawia dulunya merupakan bagian dari wilayah Kesultanan Buton.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini