SuaraSulsel.id - Di tengah suasana akhir tahun ajaran yang seharusnya menjadi momen penuh harapan dan keceriaan bagi para siswa.
Sebuah tragedi memilukan justru terjadi di Kota Makassar.
Seorang murid kelas VI SDN Maccini Sawah Satu, bernama Muhammad Raja Afnan, meninggal dunia pada Jumat, 30 Mei 2025.
Setelah mendapatkan perawatan intensif selama lima hari di tiga rumah sakit berbeda.
Baca Juga:Haji Khusus Asal Makassar Gunakan Visa Resmi, Diinapkan di Hotel Bintang 5
Diduga, penyebab kematiannya adalah penganiayaan yang dilakukan oleh teman-temannya sendiri.
Peristiwa ini menyisakan duka mendalam, tidak hanya bagi keluarga korban, tetapi juga masyarakat luas.
Afnan, anak ketiga dari enam bersaudara, dikenal sebagai anak yang pendiam dan tidak suka membuat masalah.
Namun, di hari-hari terakhir hidupnya, ia justru harus menanggung rasa sakit akibat dugaan kekerasan fisik yang dilakukan oleh sesama pelajar.
Menurut keterangan dari pihak keluarga, khususnya bibi korban, Desma, Afnan sempat memberikan petunjuk mengenai siapa saja yang melakukan penganiayaan terhadapnya.
Dalam kondisi lemah saat menjalani perawatan, ia menyebut bahwa dirinya dipukul oleh teman-temannya.
Baca Juga:Apoteker Jadi Otak Jaringan Aborsi Ilegal? Polda Sulsel Ungkap Fakta Mengejutkan
Ketika ditanya berapa orang yang memukulnya, Afnan tidak menjawab dengan kata-kata, melainkan mengangkat tiga jarinya—seolah ingin menunjukkan jumlah pelaku.
Lebih lanjut, Desma mengungkapkan bahwa Afnan menyebut dua pelaku adalah murid SD, dan satu lainnya adalah siswa SMP.
Meski korban tidak menyebut nama secara langsung, ia mengenali para pelaku tersebut.
Ini memperkuat dugaan bahwa kekerasan yang dialaminya bukan peristiwa kebetulan atau dilakukan oleh orang asing, melainkan oleh orang-orang yang sehari-hari berada di sekitarnya.
Kejadian ini disebut terjadi di luar lingkungan sekolah, tepatnya di depan SDN Maccini Sawah Satu, sesaat setelah Afnan menyelesaikan ujian akhir.
Diduga, penganiayaan terjadi dalam perjalanan pulang sekolah. Menurut Desma, Afnan masih dalam masa ujian saat kejadian berlangsung.
Akibat tindakan tersebut, tubuh Afnan mengalami luka cukup serius. Ia mengeluhkan sakit pada bagian dada, dan ditemukan sejumlah luka lebam di beberapa bagian tubuhnya.
Yang lebih memprihatinkan, di punggung Afnan terdapat bekas luka seperti sulutan rokok. Luka-luka tersebut menjadi bukti nyata adanya kekerasan fisik yang ia alami sebelum akhirnya harus dilarikan ke rumah sakit.
Afnan pertama kali dirawat di Rumah Sakit Pelamonia, kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Sitti Fatimah, dan akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Islam Faisal karena kondisinya terus menurun.
Sayangnya, meski telah mendapatkan perawatan medis, nyawa Afnan tidak tertolong. Ia menghembuskan napas terakhirnya pada Jumat, 30 Mei 2025.
Kabar duka ini mengguncang banyak pihak. Jenazah Afnan kemudian dibawa ke rumah duka di Jalan Maccini Gusung, Setapak 8, Kecamatan Makassar, Kota Makassar, untuk disemayamkan sebelum dimakamkan.
Kesedihan mendalam menyelimuti keluarga besar korban dan para tetangga yang turut berduka.
Pihak keluarga tidak tinggal diam. Mereka telah melaporkan kejadian ini ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar, dengan tuduhan penganiayaan yang mengakibatkan kematian.
Laporan tersebut disertai dengan sejumlah barang bukti, salah satunya pakaian sekolah Afnan yang robek dan diduga akibat insiden pengeroyokan.
Desma, selaku perwakilan keluarga, mengaku sangat berharap agar pihak kepolisian segera menindaklanjuti laporan tersebut dengan serius.
Ia menekankan pentingnya penyelidikan menyeluruh untuk mengungkap siapa saja yang terlibat. Serta memberikan keadilan bagi Afnan yang telah meregang nyawa dalam usia yang masih sangat muda.
“Kasihan, ini anak baik. Pendiam sekali. Kalau bukan karena sakit dan ditanya terus, dia tidak akan cerita,” ujar Desma dengan suara lirih.
Ia menambahkan bahwa korban sempat menahan rasa sakit, bahkan enggan mengadukan kejadian itu kepada keluarga pada awalnya.
Sebagai bagian dari proses hukum dan upaya untuk mengungkap kebenaran, jasad Afnan telah dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk keperluan autopsi.
Langkah ini diambil oleh pihak kepolisian setelah korban disemayamkan di rumah duka.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian terkait perkembangan kasus ini.
Publik kini menanti ketegasan dan keseriusan aparat hukum dalam menangani kasus yang menyangkut kekerasan terhadap anak ini.
Banyak pihak mendesak agar proses penyelidikan dilakukan secara transparan dan menyeluruh, mengingat pelaku diduga adalah anak-anak di bawah umur.
Tragedi ini menjadi pengingat keras bahwa kekerasan di lingkungan pelajar adalah ancaman nyata yang perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak—baik keluarga, sekolah, maupun pemerintah.
Peristiwa ini bukan hanya soal kehilangan satu nyawa, tetapi juga tentang sistem perlindungan anak yang masih memiliki banyak celah.
Muhammad Raja Afnan telah pergi, namun kisahnya tidak boleh dilupakan. Ia harus menjadi simbol penting agar kejadian serupa tidak terulang.
Kini, keluarga Afnan dan masyarakat hanya bisa berharap keadilan harus ditegakkan, dan pelaku harus bertanggung jawab atas perbuatannya.