SuaraSulsel.id - Makassar International Writers Festival (MIWF) 2025 kembali digelar, kali ini MIWF menyoal isu perampasan ruang hidup sebagai tema utama dengan menghadirkan 130 pembicara.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan festival literasi tahunan yang telah digelar 15 kalinya itu berlangsung pada 29 Mei hingga 1 Juni 2025 di Fort Rotterdam, Makassar, Sulawesi Selatan.
"MIWF kali ini akan mempercakapkan isu-isu perampasan ruang dengan 130 pembicara dan 100 program selama empat hari ke depan, sebelumnya program juga sudah berjalan. Berbagai komunitas akan hadir berbicara seperti tokoh adat, disabilitas, komunitas Bissu dan lainnya," urai Aan Mansyur selaku Director MIWF pada temu wartawan di Makassar, Rabu 28 Mei 2025.
Kata Aan, hal ini sesuai dengan tema MIWF 2025 "Land and Hand" yang dirancang untuk memantik percakapan mendalam dan multidimensi perihal kerentanan ruang hidup masyarakat dan upaya untuk merawat serta mempertahankannya.
Baca Juga:Janin Ditemukan Terkubur di Belakang Rumah Pelaku Praktik Aborsi Ilegal di Makassar
Ruang hidup, menurut Aan, bukan hanya urusan tanah dan lahan, namun juga tentang ruang dalam mengekspresikan diri yang seringkali mengalami prasangka, bahkan sejumlah orang tidak memberikan ruang untuk dirinya.
“Kami bahkan menyebut Land and Hand bukan sekadar tema, melainkan seruan untuk bersama-sama memikirkan, membicarakan, dan melawan segala bentuk perampasan ruang hidup,” ujarnya.
Tema ini menjadi landasan diskusi berbagai isu dari skala lokal, nasional, hingga global selama empat hari.
Seluruh program dan sesi yang dihadirkan akan berangkat dari gagasan besar tersebut, demi membangun kesadaran tentang pentingnya mempertahankan dan melindungi ruang hidup terutama bagi kelompok rentan.
Festival ini tidak hanya menjadi ajang perayaan sastra, tapi juga platform yang relevan untuk membahas isu-isu yang kian mendesak.
Baca Juga:Rumah Digeledah di Makassar Terkait Kasus Kredit PT Sritex
Mulai dari feminisme, genosida di Palestina dan berbagai wilayah di dunia, kebebasan berpendapat-berekspresi, hingga krisis ekologi.
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pihak penyelenggara MIWF ingin memastikan festival ini tetap menjadi ruang yang kritis, aman, dan nyaman untuk mempercakapkan isu-isu penting.
"Kami berharap festival ini bisa menjadi ruang untuk menghubungkan berbagai pihak, dari penulis, pembaca, aktivis, jurnalis, seniman, hingga publik umum dari berbagai latar belakang,” ujar Aan Mansyur.
Prinsip No All-Male Panel yang diterapkan, yakni tidak ada sesi yang seluruh pembicara adalah laki-laki selama empat hari penyelenggaraan.
Menjadi salah satu wujud komitmen terhadap kesetaraan gender dan meragamkan perspektif.
MIWF edisi tahun ini akan menghadirkan lebih dari 130 pembicara dari berbagai kota di Indonesia dan sejumlah negara lain.
- 1
- 2