SuaraSulsel.id - Ratusan penjaga pintu air di Sulawesi Selatan menggelar demonstrasi di kantor Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya, dan Tata Ruang Pemerintah Provinsi Sulsel pada Senin, 14 Oktober 2024.
Mereka memprotes ketidakmampuan untuk mendaftar sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun ini.
Koordinator aksi, Gideon, menjelaskan bahwa meskipun para penjaga pintu air tersebut telah bekerja sekitar 15 tahun, status kepegawaian mereka masih menggantung, tidak seperti tenaga honorer lainnya.
"Tahun depan, honorer sudah tidak diizinkan lagi. Kami butuh kepastian karena tidak bisa daftar PPPK pada Oktober ini," ungkapnya.
Baca Juga:5 Calon Pimpinan DPRD Sulsel Tunggu SK Mendagri
Hal serupa disampaikan oleh Hasanuddin, seorang petugas dari Luwu yang telah bekerja selama 10 tahun, tetapi tidak mendapatkan prioritas dalam seleksi PPPK.
"Kami ingin jadi pegawai PPPK, tapi ternyata tidak diprioritaskan," katanya.
Hasanuddin menjelaskan bahwa selama ini mereka digaji Rp100 ribu per hari dengan tugas mengontrol ketersediaan air untuk irigasi di areal persawahan.
"Kami khawatir tidak akan diperpanjang tahun depan jika tidak diberi kesempatan daftar PPPK," tambahnya.
Pada tahun ini, tenaga honorer dari penjaga pintu air termasuk salah satu kategori yang tidak diangkat menjadi PPPK. Selain itu, Kementerian PAN-RB tidak memberikan formasi bagi sejumlah posisi lainnya seperti pengemudi, satuan pengamanan, pramutamu, dan operator komputer.
Baca Juga:Inspirasi PKK Sulsel: Kebun Canggih "Aku Hatinya PKK" Resmi Dibuka
Sebagai alternatif, mereka dapat tetap bekerja melalui skema outsourcing.
Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, Cipta Karya, dan Tata Ruang Pemprov Sulsel, Darmawan Bintang, menjelaskan bahwa para demonstran merupakan Petugas Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi di Sulawesi Selatan.
Meskipun data kepegawaian mereka berada di Pemprov Sulsel, mereka bekerja di wilayah Satuan Kerja Kementerian PUPR sejak 2022.
"Kementerian PUPR yang mempekerjakan mereka meski datanya ada di Pemprov. Kami telah berkoordinasi dengan KemenPAN-RB," ujarnya.
Darmawan menambahkan bahwa terdapat sekitar 1.300 petugas penjaga pintu air dan irigasi di Sulsel. Pemprov telah mengirim surat kepada Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang-Pompengan agar mereka tidak diberhentikan meskipun tidak terdaftar sebagai PPPK.
"Banyak yang khawatir akan diberhentikan karena status mereka, tapi kami pastikan mereka tetap bekerja," tegasnya.
Pendaftaran seleksi PPPK 2024 telah dibuka pada Oktober dan dibagi dalam dua periode. Gelombang pertama berlangsung 1-20 Oktober untuk pelamar prioritas seperti guru dan tenaga honorer kategori II (THK-II).
Sementara itu, gelombang kedua akan dibuka pada 17 November hingga 31 Desember untuk tenaga honorer non-ASN yang masih aktif bekerja di instansi pemerintah.
Pakar Kebijakan Publik Universitas Hasanuddin Makassar, Prof. Sangkala, menilai bahwa Pemprov Sulsel seharusnya mengalihkan data pegawai ini ke Kementerian PUPR karena honor mereka berasal dari APBN dan berada di bawah kewenangan pusat.
"Database mereka seharusnya dialihkan. Tidak masuk akal jika honornya dari APBN tetapi pegawainya terdata di Pemprov," tuturnya.
Ia menjelaskan, dalam pengelolaan infrastruktur, kewenangan terbagi antara kabupaten, provinsi, dan pemerintah pusat. Daerah irigasi dengan luas lebih dari 1.000 hektare merupakan kewenangan pusat, sedangkan yang di bawahnya menjadi tanggung jawab provinsi.
"Pemprov perlu mengklasifikasi, mana yang harus dialihkan ke pusat dan mana yang tetap di Pemprov agar tidak terjadi kesalahan administrasi," katanya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing