SuaraSulsel.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menemukan dugaan pelanggaran yang dilakukan KPU Kabupaten Bone berkaitan dugaan mark up atau penggelembungan suara calon legislatif (caleg) pada pemilu legislatif 14 Februari 2024.
"Perkembangan penelusuran yang kami telah lakukan ditemukan dugaan pelanggaran kode etik dalam kasus ini," ujar Anggota KPU Sulsel Upi Hastati saat dikonfirmasi di Makassar, Senin 3 Juni 2024.
Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Sulsel ini menyatakan dari hasil penelusuran tersebut maka hasilnya akan sampaikan ke KPU RI untuk segera ditindaklanjuti.
"Kami akan segera melanjutkan laporan dari hasil pemeriksaan ini ke KPU RI," tutur alumni doktoral bidang hukum tata negara Universitas Muslim Indonesia itu.
Baca Juga:Syamsuddin Ditemukan Meninggal Setelah Terjatuh dari Kapal Ferry di Perairan Bajoe
Menurut dia, dugaan pelanggaran tersebut menyusul beredarnya percakapan di media sosial terkait perintah Ketua KPU Kabupaten Bone Yusran Tajuddinn kepada petugas ad hoc PPK.
Diduga untuk menambah suara caleg tertentu pada saat rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilu legislatif 14 Februari 2024.
Bukti percakapan melalui aplikasi WhatsApp tersebut viral bertuliskan kontak atas nama Yusran Tajuddin meminta PPK menambah suara salah satu caleg DPRD Provinsi Sulsel dari Partai Gerindra, ATA.
Sebelumnya, KPU RI telah memerintahkan KPU Sulsel untuk menelusuri dugaan pelanggaran KPU Kabupaten Bone tersebut terkait pendalaman penambahan suara caleg tertentu.
"Saya sudah meminta Anggota KPU Provinsi Sulsel untuk mendalami informasi tersebut. Siapa pun yang melakukan perubahan berita acara hasil perolehan suara di TPS atau merubah hasil rekapitulasi bisa terkena aturan tindak pidana pemilu," Anggota KPU RI Idham Kholik.
Baca Juga:Ketua KPU Bone Diduga Menggelembungkan Suara untuk Caleg Andi Tenri Abeng
Idham menekankan apabila dugaan pelanggaran itu terbukti maka segera diproses sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dia menyebutkan dalam Pasal 476 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu bahwa laporan dugaan tindak pidana pemilu dapat diteruskan ke Bawaslu RI, Bawaslu provinsi, Bawaslu kabupaten/kota, dan/atau Panwaslu kecamatan kepada pihak kepolisian.
Selain itu, kata dia, Pasal 505 dalam UU tersebut disebutkan Anggota KPU RI, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, dan PPS yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
"Dan pasal 535, disebutkan setiap orang yang dengan sengaja mengubah, merusak, dan/atau menghilangkan berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 398 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp36 juta," ujarnya.
Sementara itu, Ketua KPU Bone Yusran Tajuddin membantah tudingan terkait dirinya memerintahkan PPK untuk menambah suara caleg. Bahkan dia mempersilakan untuk melaporkan dirinya ke Bawaslu agar diusut.
"Kalau persoalan yang beredar itu saya tidak bisa bertanggungjawab soal itu. Kalau pun misalnya ada yang dirugikan kan ada Bawaslu, silakan konfrontir apakah benar atau tidak soal ini, karena kalau saya jawab ya saya bilang tidak," katanya.