Adik Menteri Pertanian Jalani Sidang Perdana Kasus Dugaan Korupsi PDAM Makassar Rp20 Miliar

Pembacaan surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum

Muhammad Yunus
Senin, 15 Mei 2023 | 11:58 WIB
Adik Menteri Pertanian Jalani Sidang Perdana Kasus Dugaan Korupsi PDAM Makassar Rp20 Miliar
Dokumentasi: Kejaksaan Tinggi Sulsel menetapkan mantan Direktur PDAM Makassar Haris Yasin Limpo sebagai tersangka kasus korupsi di PDAM Makassar, Selasa (11/4/2023). [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Makassar menggelar sidang perdana terhadap Haris Yasin Limpo, Senin, 15 Mei 2023. Sidang ini merupakan pembacaan surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Diketahui, Haris Yasin Limpo merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi di Perusahaan Umum Daerah Air Minum Kota Makassar atau PDAM Makassar yang merugikan negara sekitar Rp20 miliar.

Adik dari Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo itu menjalani sidang di ruang Harifin Tumpa Gedung Pengadilan Negeri Makassar.

"Sidang pertama Senin, 15 Mei 2023 dengan nomor perkara 59/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mks dengan terdakwa Haris Yasin Limpo," kata Humas Pengadilan Negeri Makassar, Sibali.

Baca Juga:Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin Geram Usai Viral Jaksa di Batubara Sumut Lakukan Pemerasan

Perkara ini dilimpahkan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan ke Pengadilan Negeri Makassar pada 3 Mei 2023.

Haris Yasin Limpo didakwa telah melakukan dugaan korupsi saat menjabat sebagai Direktur Utama PDAM Makassar.

JPU mendakwa Haris dengan menggunakan pasal primer 2 ayat 1 junto pasal 12 huruf a UU RI nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Perbuatan terdakwa juga melanggar Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Sebelumnya, Haris Yasin Limpo diduga bersama-sama dengan Direktur Keuangan pada masanya, Irawan Abadi melakukan dugaan korupsi tahun 2016-2019. Dua terdakwa disebut mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp20,3 miliar.

Baca Juga:CEK FAKTA: Suami Puan Maharani Terjerat Kasus Korupsi Gas PDPDE

Kasi Penkum Kajati Sulsel Soetarmi mengatakan pada tahun 2016-2019 PDAM mendapatkan laba. Untuk menggunakan laba tersebut harus dilakukan rapat direksi yang disetujui oleh Dewan Pengawas dan ditetapkan Wali Kota Makassar.

Untuk prosedur penggunaan laba, kata Soetarmi, seharusnya melalui pembahasan rapat direksi dan dicatat dalam notulensi.

Namun faktanya, dalam kurun waktu 2016-2019, tidak pernah dilakukan pembahasan rapat oleh direksi. Terkait permohonan penetapan pengguna laba dan pembagian.

"Tidak juga dilakukan notulensi saat rapat. Sehingga tidak terdapat risalah rapat. Melainkan pengambilan keputusan oleh Direksi hanya berdasarkan rapat per bidang. Itu pun hanya Direktur Utama dan Direktur Keuangan PDAM Makassar," ungkap Soetarmi.

Kalau pun mendapat laba, lanjut Soetarmi, seharusnya PDAM Makassar memperhatikan kerugian. Dalam hal ini kerugian akumulasi sejak berdirinya PDAM Makassar untuk mengusulkan penggunaan laba tersebut.

"Namun tersangka HYL dan IA tidak mengindahkan peraturan Mendagri nomor 2 tahun 2007 tentang organisasi dan kepegawaian PDAM dan PP 54 tahun 2017. Tersangka beranggapan bahwa pada tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba sedangkan bukan menjadi tanggung jawabnya melainkan tanggung jawab direksi sebelumnya," bebernya.

Oleh karena itu, tersangka merasa berhak untuk mendapatkan pembayaran tantiem dan bonus jasa produksi, yang merupakan suatu kesatuan dalam laba yang diusulkan.

Kemudian, lanjut Soetarmi, terdapat perbedaan penggunaan besaran laba pada Perda nomor 6 tahun 1974 dan PP 54 tahun 2017, khususnya untuk pembagian tantie.

Dimana, Direksi mendapat bonus 5 persen dan bonus pegawai 10 persen. Sedangkan PP 54 tahun 2017 diatur pembagian tantiem dan bonus pegawai hanya boleh 5 persen.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini