Belum lagi, kata Bakti soal pengarustamaan barang dan jasa dalam negeri. Pemprov Sulsel tak pernah menerima laporan soal hal tersebut. Makanya, Pemprov meminta ini diaudit.
"Makanya ini perlu diaudit. Kami minta diaudit," tegas Bakti.
Pemprov Sulsel juga merasa PT Vale tidak komitmen dalam meningkatkan kapasitas produksi. Padahal dalam amandemen kontrak karya, perusahaan itu wajib meningkatkan kapasitas produksi sebesar 25 persen dari rata-rata produksi tahun 2009 sampai dengan 2013.
"Harusnya sekarang mereka produksi 87.500 mt, tapi apa? tahun 2020, jumlah produksi hanya 72.237 mt dan pada tahun 2021 malah turun menjadi 65.388 mt," jelas mantan Penjabat Bupati Bone itu.
Baca Juga:Andi Sudirman Lantik Rosmini Pandin Sebagai Kepala Dinas Kesehatan Sulsel
"Kalau mau produksi banyak kan harus investasi banyak. Tapi ternyata PT Vale tidak punya cukup modal untuk mengelola," lanjutnya.
Alasan lain soal divestasi saham. 20 persennya sudah dikuasai oleh publik, kemudian MIND ID mengakuisisi 20 persen.
Pemprov menanyakan soal saham Golden Share ke pemerintah. Seperti yang ada di Timika dan Morowali.
Namun, yang paling menyakitkan bagi Pemprov, kata Andi Bakti adalah kontribusi PT Vale ke pemprov Sulsel sangat kecil. Hanya sekitar 1,88 persen.
Andi menjelaskan, jumlah penerimaan dari PT Vale pada tahun 2019, 2020, 2021 dan 2022 hanya Rp628 miliar.
Baca Juga:Songkok Bone Raih Penghargaan Kerajinan Unggul di Kawasan Asia Pasifik Tahun 2022
"Tanpa Vale pun tidak berpengaruh banyak. Tabe, saya harus bilang ini. Kesal pak Gubernur. Geram. Kontribusinya tiga tahun terakhir saja yang kami catat hanya 1,88 persen," katanya.