Pemprov Sulsel: PT Vale Hanya Bayar Rp60 Ribu Per Hektar Untuk Sewa Lahan Tambang

PT. Vale Indonesia Tbk rupanya melakukan aktivitas dengan sistem landrent atau sewa tanah

Muhammad Yunus
Jum'at, 09 September 2022 | 08:19 WIB
Pemprov Sulsel: PT Vale Hanya Bayar Rp60 Ribu Per Hektar Untuk Sewa Lahan Tambang
Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman dan Plt Kepala Dinas ESDM Andi Bakti saat rapat dengar pendapat di DPR RI terkait kontrak karya PT Vale Indonesia, Kamis 8 September 2022 [SuaraSulsel.id/Istimewa]

SuaraSulsel.id - PT Vale Indonesia Tbk rupanya melakukan aktivitas dengan sistem landrent atau sewa tanah. Harganya senilai Rp60 ribu per hektar setiap tahun.

Fakta miris itu terbuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sekjen dan Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI dan RDPU dengan Gubernur Sulawesi Selatan, Gubernur Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara oleh Panja Vale Komisi VII DPR RI di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (8/9/2022).

Hal itu diungkapkan oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman.

Plt Kepala Dinas ESDM Sulsel Andi Bakti mengatakan sewa lahan yang dibayarkan PT. Vale hanya Rp60 ribu per hektar.

Baca Juga:Wali Kota Bogor Bima Arya Minta Lahan Kosong atau Bangunan Untuk Asrama Mahasiswa Bogor di Sulawesi Selatan

Sesuai PP 81 tahun 2019, salah satunya disebutkan penerimaan dari iuran tetap untuk usaha pertambangan mineral dan batubara, untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi Mineral Logam dan Batubara senilai Rp60 ribu per hektar setiap tahun.

Justru berbanding terbalik dengan penyewaan lahan untuk sektor pertanian yang nilainya bisa mencapai jutaan per hektar. Padahal pemanfaatan lahan untuk menanam.

Bahkan kontribusi pendapatan pajak kendaraan di Sulsel lebih besar dari kontribusi Vale terhadap pendapatan Sulsel.

Untuk Dana Bagi Hasil (DBH) dari PT. Vale sekitar Rp56 Miliar.

"Kontribusi PT. Vale terhadap realisasi pendapatan Sulsel sekitar 1,98 persen," jelas Andi Bakti.

Baca Juga:3 Gubernur di Pulau Sulawesi Tolak Kontrak Karya PT Vale Indonesia Diperpanjang

3 Gubernur Tolak Kontrak Karya PT Vale Diperpanjang

Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, dan Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura menolak kontrak karya PT Vale Indonesia diperpanjang.

Hal ini diungkapkan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sekjen dan Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI oleh Panja Vale Komisi VII DPR RI di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (8/9/2022).

Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman mengaku berkomitmen dan bertekad untuk mengambil alih lahan bekas tambang PT. Vale Indonesia, Tbk yang sudah direklamasi perusahaan di Blok Sorowako, Luwu Timur.

Andi Sudirman meminta lahan kontrak karya tidak diperpanjang. Hal itu ditegaskan Andi Sudirman Sulaiman pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sekjen dan Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI dengan Gubernur Sulawesi Selatan, Gubernur Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Dalam pertemuan bersama Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan lingkup tugas di bidang Energi, Riset dan Teknologi, dan Lingkungan Hidup, juga dihadiri oleh pihak Kementerian Energi, Sumber Daya, dan Mineral (ESDM).

"Kita tegaskan komitmen untuk memperjuangkan tambang eks Vale dikelola oleh BUMD Provinsi dan Kabupaten. Serta lahan kontrak karya tidak diperpanjang. Lahan kontrak karya wajib menjadi milik Pemprov Sulsel. Posisi Pemprov jelas untuk memiliki konsesi tersebut berada di bawah kendali Pemprov bersama Pemkab Lutim," ujarnya.

Menurutnya, konsesi wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) bekas Vale. Sebaiknya dikelola oleh pemerintah daerah (pemda) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) setempat.

"Kita ingin konsesi eks tambang Vale di Sorowako bisa diserahkan ke BUMD. Pemprov Sulsel dan Pemkab Lutim sudah waktunya tidak hanya jadi penonton," jelasnya.

Dari hasil evaluasi, keberadaan PT. Vale masih minim kontribusinya di Sulsel. Termasuk dalam lingkungan hidup, pendapatan daerah, dan lainnya.

"Lahan eks Vale dan kontrak karya hanya kontribusi 1,98% pendapatan daerah. Ini sangat kecil sehingga terjadi perlambatan penanganan kemiskinan Luwu Raya dan Luwu Timur di wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam," jelasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini