SuaraSulsel.id - Pendidikan tampaknya masih menjadi barang yang mahal bagi Pelajar SMA 11 Buru yang tinggal di Desa Waemorat, Kecamatan Batabual Kabupaten Buru, Maluku. Pasalnya, mereka harus menyeberangi sungai yang berarus deras hanya untuk ke sekolah.
Melalui unggahan di media sosial Facebook, seorang Warga Dusun Waelawa Desa Waeomorat, Muhammad O Galela mendokumentasikannya dalam bentuk video selama 45 detik, menggambarkan perjuangan anak desa tersebut untuk bisa mengenyam bangku pendidikan.
Bahkan, mereka harus menceburkan diri ke dalam aliran sungai untuk menerobos menyeberangi lebar sungai 10 meter. Agar tidak terseret arus, mereka harus saling berpegangan tangan.
Muhammad O Galela saat dikonfirmasi Terasmaluku.com-jaringan Suara.com, mengemukakan, pelajar tersebut terpaksa menjalaninya setiap hari, ketika menuju atau pulang sekolah.
Baca Juga:Murid SD di Cianjur Seberangi Sungai untuk Sekolah
Ia mengatakan, kondisi tersebut karena tidak ada jembatan terdekat yang menghubungkan dua sisi daratan dari sungai tersebut. Pun kalau ingin menggunakan jembatan hanya untuk menyeberang, mereka harus menempuh jalur darat sekira tiga kilometer.
"Iya (terpaksa harus seberangi sungai). Sekolah (SMA) berada di Dusun Waelawa, sementara anak-anak sekolah dari Waemorat harus terobos aliran sungai agar bisa mencapai sekolah," kata Muhammad O Galela dihubungi Terasmaluku.com melalui sambungan telepon pada Rabu (10/8/2022).
Selain siswa SMA, kondisi serupa juga dijalani pelajar SMP. Jika anak sekolah SMA N 11 Buru menyeberang dari Waemorat Dusun Waelawa, anak sekolah SMP N 25 Waemorat yang berasal dari Dusun Waelawa harus menyeberangi sungai dari Waelawa ke Waemorat.
Kondisi tersebut semakin membahayakan, jika hujan lebat mengguyur kawasan tersebut. Mirisnya, banyak peristiwa anak yang terseret aliran sungai kerap terjadi. Hingga akhirnya, mereka terpaksa tidak sekolah akibat takut menyeberang saat hujan deras.
"Kalau talalu kuat (aliran sungai terlalu deras), dong seng bisa lewat (mereka tidak bisa ke sekolah), nyawa taruhan," katanya.
Diungkapkannya, kondisi miris tersebut ternyata sudah berlangsung selama 20 tahun. Lantaran belum ada jembatan penghubung yang dibangun pemerintah.
"Katong (kita) punya kecamatan (Batabual) ini sudah 20 tahun, sampai sekarang belum ada jembatan," katanya.
Lantarn itu, ia berharap pemerintah daerah secepatnya bisa memberikan perhatian serius atas persoalan ini.
"Katong (kita) berharap semoga pemerintah daerah, pemerintah Provinsi Maluku usulkan anggaran untuk pembuatan jembatan sesuai janji Gubernur kemarin. 77 tahun Indonesia merdeka, 20 tahun Kecamatan Batabual jadi (berdiri), jembatan belum jadi-jadi," katanya.