SuaraSulsel.id - Permintaan sejumlah ibu dari pasien gangguan fungsi otak (cerebral palsy) serta lembaga swadaya masyarakat untuk melegalkan ganja medis ditolak Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika).
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Hakim Konstitusi Anwar Usman, ketika membacakan amar putusan Perkara 106/PUU-XVIII/2020 yang disiarkan secara daring di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Rabu 20 Juli 2022.
Pada sidang putusan tersebut, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyatakan dalil permohonan para pemohon berkenaan dengan inkonstitusionalitas ketentuan penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU 35/2009 tidak beralasan menurut hukum.
Baca Juga:Legalisasi Ganja Medis Ditolak MK, Rumah Cemara Dorong DPR dan Kementerian Kesehatan Lakukan Ini
Selain itu, Mahkamah Konstitusi Suhartyo mengingatkan penyalahgunaan Narkotika golongan I yang secara tidak sah diancam dengan sanksi ancaman pidana penjara sangat berat.
Disebabkan karena negara benar-benar ingin melindungi keselamatan bangsa dan negara dari penyalahgunaan narkoba khususnya Narkotika golongan I.
Permohonan uji materi penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) terhadap UUD 1945 diajukan oleh Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, Nafiah Murhayanti, Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat atau Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), dengan kuasa hukum Erasmus A. T. Napitupulu.
Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Narkotika berbunyi, “Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan”.
Sementara Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika berbunyi, “Narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan”.
Baca Juga:Komisi III: Pemerintah-DPR Wajib Tindaklanjuti Pertimbangan MK, Kaji Legalisasi Ganja Medis
Respons Kepala BNN
Kepala Badan Narkotika Nasional Petrus Reinhard Golose menyatakan dirinya sepakat dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terkait isu penggunaan ganja untuk medis.
“Saya sependapat dengan yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi,” kata Petrus.
Sebagai Kepala BNN, tutur Petrus, ia melihat dasar hukum dan undang-undang yang sudah mengatur tentang penggunaan Narkotika Golongan I, yakni ganja.
Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika telah dengan tegas menyatakan bahwa Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Kemudian, Pasal 8 ayat (2) UU Narkotika menyatakan bahwa dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Oleh karena itu, Petrus juga menyepakati keputusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan penggunaan ganja untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
“Pengaturan ganja untuk ilmu pengetahuan itu sudah ada, bukan hanya dari keputusan MK. Dalam undang-undang sudah disampaikan di dalam Pasal 8 (UU Narkotika),” ucapnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa persentase penyalahguna ganja di Indonesia mencapai angka 41,6 persen. Sebagian besar dari pengguna obat-obatan, tutur Petrus melanjutkan, merupakan pengguna ganja.
“Marilah kita bersama-sama selamatkan generasi bangsa Indonesia ini. Sekali lagi, untuk kepentingan ilmu pengetahuan dengan aturannya, silakan. Kita lakukan sesuai dengan undang-undang. Ini yang paling penting,” kata Petrus.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) yang diajukan sejumlah ibu dari pasien gangguan fungsi otak (celebral palsy) serta lembaga swadaya masyarakat.
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan amar putusan yang disiarkan secara daring di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI.