SuaraSulsel.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua kepala dinas di Pemerintahan Kota Ambon, Maluku, sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap yang menjerat tersangka mantan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL).
Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan dua kepala dinas tersebut adalah Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Ambon Sirjohn Slarmanat serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Ambon Melianus Latuihamallo.
"Hari ini, dua kepala dinas di Pemkot Ambon diperiksa sebagai saksi tindak pidana persetujuan prinsip pembangunan gerai Alfamidi tahun 2020 di Pemerintah Kota Ambon, untuk tersangka RL dan kawan-kawan. Pemeriksaan dilakukan di Mako Brimob Maluku," kata dia, Selasa 12 Juli 2022.
Selain dua kepala dinas tersebut, Ali menyampaikan KPK juga memanggil empat saksi lainnya. Mereka adalah Kepala Bidang (Kabid) Pengembangan Sumber Daya Anggota (PSDA) PUPR Kota Ambon Chandra Futwembunn, Kepala Bagian (Kabag) Keuangan Kota Ambon Apries Benel Gaspersz, Sekretaris Pribadi Wali Kota Ambon Nungky Yulien Likumahuwa, dan wiraswasta Hendri Khoerniawan.
Baca Juga:Soal Kasus Dugaan Suap Eks Wali Kota Yogyakarta, KPK Periksa Empat Saksi
KPK menetapkan Richard sebagai tersangka penerima suap bersama staf tata usaha pimpinan Pemerintah Kota Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH), sedangkan tersangka pemberi suap adalah Amri (AR) dari pihak swasta/karyawan Alfamidi Kota Ambon.
Terkait dengan konstruksi perkara, KPK menjelaskan, dalam kurun waktu tahun 2020, Richard selaku Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan, yang salah satunya adalah memberikan persetujuan izin prinsip pembangunan cabang toko ritel di Kota Ambon.
Dalam pengurusan izin tersebut, diduga tersangka Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar perizinan pembangunan cabang toko ritel Alfamidi bisa segera disetujui dan diterbitkan.
Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin. Di antaranya, surat izin tempat usaha (SITU) dan surat izin usaha perdagangan (SIUP).
Terhadap setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan tersebut, Richard selanjutnya meminta adanya penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang merupakan orang kepercayaan Richard.
Baca Juga:Lili Pintauli Mundur dari KPK, Jokowi Akan Ajukan Pengganti ke DPR Secepatnya
Lalu, khusus untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan 20 gerai usaha ritel tersebut, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard sekitar Rp500 juta secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.
Dari pengembangan kasus suap, KPK juga menetapkan Richard sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). KPK menduga Richard dengan sengaja menyembunyikan ataupun menyamarkan asal usul kepemilikan harta benda dengan menggunakan identitas pihak-pihak tertentu.
Masa Penahanan Mantan Wali Kota Ambon Diperpanjang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memperpanjang masa penahanan dua tersangka kasus suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang gerai usaha ritel tahun 2020 di Kota Ambon, Maluku.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, dua tersangka tersebut merupakan penerima suap, yakni mantan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL) dan staf tata usaha Pemerintah Kota Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH).
"Hari ini, tim penyidik kembali memperpanjang masa penahanan tersangka RL dan AEH untuk masing-masing selama 40 hari ke depan, terhitung 12 Juli 2022 sampai dengan 10 Agustus 2022," kata Ali, Selasa 12 Juli 2022.
Sebelumnya pada Selasa (31/5), KPK telah memperpanjang masa penahanan tersangka Richard dan Andrew selama 40 hari ke depan, terhitung sejak 2 Juni 2022 sampai dengan 11 Juli 2022.
Saat ini, tersangka Richard ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, sedangkan Andrew ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 yang berlokasi di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta.
Menurut Ali, perpanjangan masa penahanan ini dilakukan untuk memaksimalkan pemberkasan perkara dan pengumpulan alat bukti.
"Kebutuhan perpanjangan penahanan ini untuk memaksimalkan pemberkasan perkara dan pengumpulan alat bukti. Di antaranya, pemanggilan saksi-saksi yang diduga kuat mengetahui perbuatan para tersangka tersebut," ucap dia. (Antara)