FGD Indeks Keterbukaan Informasi Publik 2022: Peran PPID di Sulsel Dinilai Belum Maksimal

Komisi Informasi menggelar Forum Group Discussion Indeks Keterbukaan Informasi Publik

Muhammad Yunus
Rabu, 20 April 2022 | 10:20 WIB
FGD Indeks Keterbukaan Informasi Publik 2022: Peran PPID di Sulsel Dinilai Belum Maksimal
Komisi Informasi menggelar Forum Group Discussion atau FGD Indeks Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2022 Sulawesi Selatan di Kota Makassar, Senin 18 April 2022 [SuaraSulsel.id/ Dokumentasi Komisi Informasi]

SuaraSulsel.id - Komisi Informasi menggelar Forum Group Discussion atau FGD Indeks Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2022 Sulawesi Selatan.

Hadir memandu FDG Anggota Komisi Informasi Romanus Ndau Lendong bersama Anggota Komisi Informasi Sulawesi Selatan.

Ketua Komisi Informasi Sulawesi Selatan Pahir Halim mengatakan, FGD ini diperuntukkan untuk memberikan klarifikasi terhadap nilai yang telah diberikan oleh informan ahli. Agar tidak ada salah memberikan nilai karena salah persepsi.

Sehingga cenderung ada perubahan. Semula memberikan nilai rendah diganti menjadi tinggi karena salah paham dengan pertanyaan indeks.

Baca Juga:Polda Sulsel Masih Temukan Jalan Rusak Jelang Mudik Lebaran 2022, Pengendara Diminta Waspada

Pahir Halim mengaku sementara rata-rata nilai yang diberikan di atas 70.

Secara faktual masih ada kendala seperti kesiapan badan publik memberikan informasi belum merata. Kinerja Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi atau PPID masih jauh dari harapan. Meski semua badan publik sudah punya PPID.

"Yang paling dikeluhkan adalah tidak adanya anggaran permanen khusus PPID. Hanya numpang di tempat lain," kata Pahir Halim, di Kota Makassar, Senin 18 April 2022.

Staf yang ditempatkan di PPID juga harus staf yang berprestasi. Begitupula lembaga PPID harus menjadi tempat ASN untuk berkarier.

Hasil indeks ini diharapkan bisa memperbaiki kinerja PPID di Sulawesi Selatan. Ada nilai dan standar yang menjadi acuan. Agar Sulsel bergerak lebih maju lagi.

Baca Juga:Siap-siap Cek Rekening, THR Pegawai Pemprov Sulsel Rp119 Miliar Akan Ditransfer Pekan Ini

Karena indeks berkaitan dengan kepercayaan publik. Khususnya investor yang ingin menanamkan modalnya di Sulawesi Selatan.

"Daerah yang tidak terbuka akan mandek pembangunannya," kata Pahir Halim.

Sulawesi Selatan masih fokus membangun paradigma pejabat publik di daerah terkait pentingnya keterbukaan informasi. Agar pimpinan bisa memberikan penekanan ke bawahan terkait pentingnya keterbukaan informasi.

"Makanya kita sering adakan monev," kata Pahir Halim.

Tahun 2021 nilai Indeks Keterbukaan Informasi Sulawesi Selatan 68,40. Tahun ini diprediksi sedikit meningkat di atas 70. "Mudah-mudahan bisa dapat nilai 75," katanya.

Komisi Informasi menggelar Forum Group Discussion atau FGD Indeks Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2022 Sulawesi Selatan di Kota Makassar, Senin 18 April 2022 [SuaraSulsel.id/ Dokumentasi Komisi Informasi]
Komisi Informasi menggelar Forum Group Discussion atau FGD Indeks Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2022 Sulawesi Selatan di Kota Makassar, Senin 18 April 2022 [SuaraSulsel.id/ Dokumentasi Komisi Informasi]

9 Informan Ahli

Komisi Informasi Sulawesi Selatan telah memilih 9 orang informan ahli. Dari berbagai latar belakang profesi. Untuk diminta penilaiannya terhadap sejumlah pertanyaan dalam pertanyaan indeks.

Sembilan informan ahli tersebut adalah:

1. Ir. H. Muhammad Arief Saleh (Pengusaha Jasa Konstruksi)
2. Arwah Rahman, S.Pd., M.Si. (ASN Kota Parepare)
3. Arman Arfah, S.E (Ketua Asosiasi Petani dan Pengelola Rumput Laut Indoesia)
4. Andi Jayadi Nur, S.H., M.H. (Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar)
5. Nurdin Amir, S.S (Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar)
6. Suryani (Ketua Badan Eksekutif Serikat Perempuan Anging Mammiri)
7. Ishaq Rahman, S.IP., M.Si., AMIPR (Dosen Universitas Hasanuddin)
8. Khaeril Jalil, S.H., M.H. (Ketua LSM Komite Pemantau Transparansi Pemerintahan dan Korupsi (LSM KAPAK))
9. Drs. La Tunreng, M.M. (Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Provinsi Sulawesi Selatan)

Suryani selaku Ketua Badan Eksekutif Serikat Perempuan Anging Mammiri mengatakan, beberapa pertanyaan dalam indeks nilainya masih rendah. Karena dirinya menemukan beberapa kendala saat membutuhkan informasi publik.

"Misalnya adanya biaya penggandaan berita acara pemeriksaan di badan publik," katanya.

Suryani juga mengkritisi minimnya keterlibatan masyarakat dalam Musrenbang Desa. Khususnya melibatkan organisasi perempuan.

Sementara Arman Arfah, selaku Ketua Asosiasi Petani dan Pengelola Rumpul Laut Indonesia mengeluhkan buruknya data yang diberikan oleh badan publik kepada masyarakat.

"Data yang disampaikan tidak akurat," katanya.

Selanjutnya semua penilaian dan masukan dari informan ahli akan dikaji dan diolah datanya oleh Komisi Informasi. Selanjutnya diumumkan peringkat keterbukaan informasi publik bersama provinsi lain di Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini