Anis Matta: Indonesia Butuh Pemimpin Baru yang Kuat dan Visioner, Bukan 3 Periode

Terjadinya revolusi sosial hampir seluruh negara, termasuk Indonesia

Muhammad Yunus
Kamis, 07 April 2022 | 11:01 WIB
Anis Matta: Indonesia Butuh Pemimpin Baru yang Kuat dan Visioner, Bukan 3 Periode
Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk "Ramadhan Tahun Ke-3 Dalam Suasana Krisis Berlarut, Apa Makna dan Pesan Islam", Rabu (6/4/2022) [SuaraSulsel.id/Istimewa]

SuaraSulsel.id - Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta menegaskan, krisis berlarut saat ini. Menyebabkan seluruh negara di dunia, tak terkecuali Indonesia mengalami kebingungan dan tidak berdaya. Karena seolah tidak tahu bagaimana bersikap.

Hal ini akan menyebabkan terjadinya krisis sosial yang besar dan menyebabkan terjadinya revolusi sosial di hampir seluruh negara, termasuk Indonesia.

"Disinilah kita mengingatkan pentingnya agama menjadi inspirasi untuk menyelesaikan persoalan di tengah krisis yang melanda dunia, dan karenanya krisis ini juga menuntut lahirnya kepemimpinan baru kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk "Ramadhan Tahun Ke-3 Dalam Suasana Krisis Berlarut, Apa Makna dan Pesan Islam", Rabu (6/4/2022).

Diskusi ini digelar secara daring dan disiarkan langsung di kanal YouTube Gelora TV ini, dihadiri narasumber Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Abbas, Muballigh Nasional Haikal Hasan Baras dan Pakar Epidemiologi Klinis (Ahli Ilmu Penyebaran Penyakit) Ahlina Institute dr. Tifauzia Tyassuma

Baca Juga:Mahasiswa Diminta Tak Asal Main Ancam Jokowi, PKS Beri Sindiran: Kalau Ikutin Ngabalin Gak Akan Pernah Terjadi Reformasi

Dunia saat ini, kata Anis Matta, dilanda berbagai krisis di antaranya pandemi, krisis ekonomi, hingga munculnya ancaman krisis pangan akibat dampak perang Rusia dan Ukraina.

Dalam situasi kebingungan ini, negara-negara di dunia akan mengambil jalan pintas. Melakukan langkah-langkah represif untuk mempertahankan dirinya di tengah gelombang protes massa yang terus menerus datang.

Situasi tersebut, tentu saja bisa menyebabkan disintegrasi sosial, dan khususnya pada negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China, dan Rusia.

"Dan saya kira juga termasuk Indonesia, termasuk ancaman disintegrasi teritorial," kata Anis.

Menurut Anis Matta, agama tidak hanya bisa menjadi sumber inspirasi untuk menyelesaikan persoalan di level individu, melainkan juga pada level sistemik.

Baca Juga:Jadwal dan Tempat Kas Keliling Penukaran Uang Rupiah di Kota Makassar Hari Ini, Kamis 7 April 2022

Sebab, agama telah memberikan petunjuk jalan yang lurus dan terkoneksi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini.

"Kita perlu melihat agama ini sebagai satu sumber inspirasi yang bisa menyelesaikan masalah ini bukan hanya pada level individu seperti Nabi Yusuf AS ketika sengaja berlapar-lapar supaya tetap bisa mengingat orang yang lapar. Tetapi juga melahirkan satu gerakan yang bisa menawarkan agama sebagai solusi bagi penyelesaian sistemik terhadap masalah yang sekarang kita sedang alami," ujarnya.

Bagi Indonesia saat ini, lanjut Anis Matta, diperlukan seorang pemimpin baru yang kuat dan visioner, mampu mengelola krisis menjadi peluang. Karena krisis pada dasarnya adalah peluang dan tanda akan munculnya pemimpin baru.

"Jadi bukan dijawab dengan gerakan presiden 3 periode, karena itu kita ada persoalan visi kepemimpinan, Pemilu 2024 harus ada pemimpin baru. Dan kenapa saya memulainya dengan cerita Nabi Yusuf, karena beliau bisa menyelesaikan krisis ekonomi secara sistemik pada zamannya dan membuka jalan munculnya Islam sebagai pemimpin peradaban," tegas Anis Matta.

Sedangkan Wakil Ketua MUI Anwar Abbas berpendapat berbagai persoalan bangsa saat ini bisa diselesaikan dengan kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Namun, akhir-akhir ini Pancasila kerap digunakan untuk memukul lawan dengan mengatakan lawannya sebagai tidak Pancasilais. Padahal yang menggunakan Pancasila untuk memukul lawan tersebut justru tidak Pancasilais.

Mereka, kata Anwar, justru tidak mengamalkan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa yang seharusnya mendarah daging dan menjadi penentu dalam menentukan gerak dan ritme kehidupan.

"Negeri ini tidak dalam keadaan aman-aman saja. Oleh karena itu bagi saya timbul pertanyaan, apa yang harus kita lakukan. Kembalilah kepada Pancasila dan hukum dasar yang ada di negeri ini secara murni dan konsekuen. Jadi jangan Pancasila itu hanya di bibir saja," kata Anwar.

Ia mengajak semua pihak berkaca dan bersama-sama mengendalikan diri untuk tidak memperburuk situasi krisis saat ini.

"Dan acuan kita dalam mengendalikan diri kita adalah nilai-nilai dan semangat, serta jiwa yang ada di dalam Pancasila serta hukum dasar yang ada di negeri ini yaitu UUD 1945," kata Anwar.

Sementara Mubaligh Nasional Haekal Hassan Baras berharap agar buku karya Ketua Umum Partai Anis Matta berjudul 'Pesan Islam Menghadapi Krisis’ bisa menjadi bahan diskusi di mana pun untuk mengatasi krisis berlarut saat ini.

Buku tersebut memberikan berbagai solusi soal krisis dan kemimpinan, serta menganjurkan manusia untuk kembali kepada agama. Sehingga ia berpendapat buku ini perlu disebarluaskan di media sosial dan diviralkan agar bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat secara utuh.

"Apa yang disampaikan Pak Anis Matta dalam bukunya sangat signifikan sekali, saya sampai baca dua kali. Saya ingin buku ini dijadikan bahan bahan diskusi di mana pun. Ini solusi dari salah seorang anak bangsa yang sangat potensial, bisa menjadi solusi yang terbaik untuk mengatasi persoalan bangsa saat ini," kata Haekal Hassan.

Pakar Epidemiologi Klinis dr. Tifauzia Tyassuma mengingatkan, bahwa pandemi Covid-19 ini masih akan berlangsung 7 tahun lagi, dan masih akan terus bermunculan varian-varian baru, bahkan virus baru. Namun, karakter dari virus Covid-19 tersebut, semakin lama akan melemah.

"Kondisi sekarang persis dengan kondisi 100 tahun lalu, ketika ada Flu Spanyol yang disebabkan virus H1N1. Kita akan menghadapi kondisi pandemi selama 10 tahun," kata dr. Tifauzia.

Namun dia mengingatkan, dalam kurun 10 tahun ini, dunia akan menghadapi situasi yang sangat berbahaya, yakni kemungkinan terjadinya Perang Dunia III, meskipun pandemi sendiri akan berakhir dan karakter virus Covid-19 cenderung melemah.

"Perang Dunia I dan II itu terjadi setelah ada kasus Flu H1N1. Dan sama-sama kita tahui, bahwa Coronavirus ini berasal dari Laboratorium di Wuhan, China. Kita juga dikejutkan ditemukannya Laboratorium Biologi di Ukraina yang dikatakan juga memproduksi Covid-19. Artinya apa, dalam 10 tahun ke depan ini akan banyak virus dan kuman patogen yang dilepaskan," ujarnya.

Ahli Ilmu Penyebaran Penyakit Ahlina Institute ini menegaskan, hampir semua negara di dunia memiliki Laboratorium Biologi. Tidak hanya China atau Ukraina saja, tetapi Indonesia juga seperti Laboratorium Namru milik Angkatan Laut Amerika Serikat, yang akhirnya ditutup oleh mantan Menteri Kesehatan Siti Fadila Supari.

"Jadi untuk 10 tahun ini, kita tidak hanya menghadapi Coronavirus dan mutasi-mutasinya, tetapi juga kemungkinan virus baru atau kuman patogen lain yang mungkin akan dikeluarkan untuk meramaikan situasi," katanya.

Virus baru atau kuman patogen tersebut, ungkap dr Tifauzia, akan menjadi senjata baru abad 21 yang dilepaskan oleh negara-negara yang memiliki keunggulan dalam bidang biologi. Tujuannya, untuk merusak tatanan dunia yang ada melalui Perang Dunia III agar terbentuk tatatan dunia baru.

"Jadi segenap komponen bangsa harus paham dengan persoalan yang fundamental ini. Sehingga perlu mengambil suatu tindakan multidemensi, sebab perang senjata virus dan kuman patogen akan menyebabkan kelaparan dimana-mana. Ini sangat berbahaya, apalagi Indonesia memiliki kepadatan penduduk," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini