Pelapor Dugaan Korupsi Kepala Desa Jadi Tersangka, LPSK: Mencederai Akal Sehat

Merupakan suatu preseden buruk

Muhammad Yunus
Minggu, 20 Februari 2022 | 17:55 WIB
Pelapor Dugaan Korupsi Kepala Desa Jadi Tersangka, LPSK: Mencederai Akal Sehat
Maneger Nasution [suara.com/Welly Hidayat]

SuaraSulsel.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai penetapan tersangka terhadap Nurhayati, mantan Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, pelapor dugaan korupsi dana desa merupakan suatu preseden buruk.

"Ini tentu menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dana desa yang dilakukan oknum di Kabupaten Cirebon," kata Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu 20 Februari 2022.

Mantan Bendahara Desa Citemu, Nurhayati diketahui mengungkap kasus kerugian negara sebesar Rp800 juta dari 2018 hingga 2020 namun ditetapkan menjadi tersangka.

Penetapan tersangka terhadap Nurhayati dikhawatirkan menghambat upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Tanah Air. Terutama mengenai kasus dana desa.

Baca Juga:Tersangka Korupsi Proyek Dinas PUPR Tulungagung Kembalikan Uang Kerugian Negara Sebesar Rp 2,4 Miliar

Menurut Nasution, jika benar Nurhayati menjalankan tugasnya sebagai bendahara desa sesuai tugas pokok dan fungsi, yakni mencairkan anggaran dana desa di bank, dan sudah mendapatkan rekomendasi camat serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), seharusnya yang bersangkutan tidak boleh dipidana.

Pasal 51 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkan orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana, tegas Nasution. Justru, sebagai pelapor, sejatinya Nurhayati harus diapresiasi.

"Kasus ini membuat para pihak yang mengetahui tindak pidana korupsi tidak akan berani melapor, karena takut jadi tersangka seperti yang dialami Nurhayati," ujarnya.

Ia menilai penetapan status tersangka yang disematkan kepada pelapor kasus korupsi dana desa itu telah mencederai akal sehat, keadilan hukum dan keadilan publik.

LPSK mengingatkan bahwa posisi hukum Nurhayati sebagai pelapor dijamin oleh Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban untuk tidak mendapatkan serangan balik, sepanjang laporan itu diberikan dengan itikad baik.

Baca Juga:Temuan Dugaan Korupsi Dana Desa di Aceh Barat Capai Rp 7,9 Miliar

"Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas laporan yang akan, sedang atau telah diberikannya," kata dia.

Jika ada tuntutan hukum terhadap pelapor atas laporannya tersebut, tuntutan hukum itu wajib ditunda hingga kasus yang dilaporkan telah diputus oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap.

Hal itu sebagaimana diamanatkan Pasal 10 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Bahkan, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018 disebutkan masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam.

Terakhir, LPSK akan mengambil langkah proaktif menemui yang bersangkutan guna menjelaskan hak konstitusional Nurhayati untuk mengajukan permohonan perlindungan kepada negara khususnya kepada LPSK jika yang bersangkutan membutuhkan perlindungan. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini