SuaraSulsel.id - Aksi unjuk rasa penolakan tambang emas di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah berujung ricuh. Satu orang meninggal dunia karena diduga ditembak aparat.
Erfaldi (21) dilaporkan meninggal dunia karena tertembak timah panas di bagian dada. Ia ditemukan bersimbah darah di jalanan, tidak jauh dari lokasi bentrokan di Desa Siney.
Korban sempat dilarikan oleh warga ke Puskesmas di Desa Tada untuk mendapat pertolongan. Namun nyawanya tak tertolong.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Desa Siney Tengah, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Iswadi. Ia mengaku awalnya aksi berjalan damai pada Sabtu, 12 Februari lalu.
Masyarakat hanya meminta agar Gubernur Sulawesi Tengah, Rusdy Mastura bisa menemui pengunjuk rasa dan menuntut izin PT Trio Kencana dicabut.
"Tapi massa enggan membubarkan diri karena Gubernur tidak mau keluar. Polisi bubarkan paksa jadi terjadilah itu bentrok," kata Iswadi, saat dikonfirmasi minggu malam, 13 Februari 2022.
Ia mengaku ada ratusan warga dari tiga kecamatan yang menolak pengoperasian tambang emas di sana. Sudah sejak lama. Salah satunya adalah warga di desanya. Masyarakat memblokade jalan trans Sulawesi sebagai bentuk protes.
Mereka kemudian menggelar unjuk rasa hingga malam hari pada hari Sabtu, pekan lalu. Saat hendak dibubarkan aparat, masyarakat melawan.
Kejadian menegangkan sempat terjadi karena aksi saling lempar antara polisi dan pengunjuk rasa. Aparat juga menembakkan gas air mata agar massa membubarkan diri.
Baca Juga:Polres Parigi Moutong Tangkap 59 Warga Penolak Tambang Emas
Hingga kini, kata Iswadi ada sembilan warganya yang ditangkap polisi. Puluhan lainnya yang ditahan ada dari desa lain.
"Warga saya ada sembilan orang ditahan. Ini saya lagi hibur keluarganya dengan mendatangi mereka satu-satu karena mereka kasihan," tambahnya.
Iswadi mengaku kondisi di Kabupaten Parigi Moutong saat ini sudah kondusif. Masyarakat juga memilih diam di rumah dan masih berkabung atas kejadian tersebut.
Diketahui perjuangan warga menolak tambang emas PT Trio Kencana oleh warga di Kecamatan Toribulu, Kasimbar, dan Kecamatan Tinombo Selatan, Sulawesi Tengah itu telah berlangsung lama.
Berbagai aksi penolakan telah dilakukan, mulai sejak Kamis, 31 Desember 2020, Senin 17 Januari 2020, Senin, 7 Februari 2022 hingga puncaknya pada Sabtu, 12 Februari kemarin.
Penolakan warga atas tambang emas PT Trio Kencana itu disebabkan luas konsesi tambangnya yang mencapai 15.725 hektar, mencakup lahan pemukiman, pertanian dan perkebunan milik warga.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing