SuaraSulsel.id - Masyarakat pesisir Pantai Merpati, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan menjadi korban penggusuran ruang hidup pada 31 Januari lalu. Mayoritas masyarakat yang tergusur adalah para pemungut sisa-sisa rumput laut di kawasan tersebut.
Perwakilan Serikat Nelayan Bulukumba, Abdul Salman dalam konfrensi pers bersama Wahana Lingkungan Hidup/WALHI Sulawesi Selatan menyebut bahwa selama ini mayoritas masyarakat yang tegusur hanya mencoba bertahan hidup dan mencari sumber mata pencaharian.
"Mayoritas yang tergusur, mereka bukan petani rumput laut seperti sedia kala yang memiliki tali, lokasi di laut untuk tanami rumput laut. Mereka statusnya hanya pemulung rumput laut yang hanyut atau putus dari tali sehingga mereka memungut rumput laut," kata Salman, Jumat (4/2/2022).
Salman menilai, penggusuran atas nama rencana pembangunan dan penataan pantai merpati untuk dijadikan sentra kuliner tidak mempunyai perencanaan yang matang. Bahkan, ketika masyarakat menawarkan solusi relokasi justru digusur.
"Malah yang terjadi adalah penggusuran dulu baru dibuatkan tenda sementara. Ini kan sangat kejam," ujarnya.
Pemerinah Kabupaten Bulukumba, kata Salman, menyebutkan jika program pembangunan sentra kuliner di Pantai Merpati telah jadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD. Masyarakat mahfum, namun tidak ada solusi atas penggusuran tersebut.
"Masyarakat sama sekali tidak menolak rencana pembangunan ini karena mereka paham bahwa pesisir pantai adalah tanah negara, dan mereka selama ini hanya tinggal untuk mencari nafkah," jelas Salman.
Padahal, tuntutan masyarakat meminta direlokasi sebelum penggusuran dilakukan. Menurut Salman, seharusnya masyarakat dibangunkan terlebih dahulu hunian dengan melihat jumlah warga.
"Ini yang menjadi tindakan sewenang-wenang yang dilakukan aktor anti rakyat pemerintah Bulukumba hari ini," ucap dia.
Baca Juga:Camat Hingga Ketua RT di Makassar Diminta Segera Antisipasi Peningkatan Omicron
Pada 15 Januari lalu, sebelum penggusuran terjadi, sempat terjadi pemutusan listrik oleh PLN setempat. Menurutnya hal tersebut menambah daftar panjang tindakan sewenang-wenang terhadap warga.
"Ini sangat kacau kalau dilihat dari program perencanaannya dan segala bentuk tindakan mereka sampai penggusuran," kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Hasna, salah seorang korban penggusuran turut mengutuk aksi sewenang-wenang yang dilakukan oleh Bupati Andi Muchtar Ali Yusuf dan jajarannya tersebut. Pasalnya, Hasna memandang Pemkab Bulukumba tidak memberikan solusi sama sekali usai penggusuran terjadi.
Syahdan, warga pesisir Pantai Merpati mendapat ultimatum dari pihak Kecamatan Ujung Bulu perihal pengosongan pesisir Pantai Merpati. Masyarakat hanya diberi tenggat waktu hingga 15 Januari 2022.
"Saya tidak keberatan untuk digusur, cuma saya minta solusi untuk di mana saya ditempat tinggalkan, karena saya tidak ada tempat tinggal selama ini. Setelah itu Pak Camat bilang akan menyampaikan," tuturnya.
Setelah menunggu kabar dan tidak ada kepastian, Hasna dan masyarakat pesisir Pantai Merpati melakukan aksi unjuk rasa di kantor Bupati Bulukumba pada Kamis (13/1). Dalam penuturan Hasna, Bupati Bulukumba mengatakan; "Saya akan bangunkan rumah untuk nelayan, itu saya tidak janji karena 2023 akan dibangunkan tapi tidak janji," ucap Hasna menirukan ucapan Bupati.