Menurut Rezki, barang bukti tersebut dinyatakan tidak cukup karena polisi yang menangani kasus itu memang tidak melakukan penyelidikan yang layak. Sebab itu, agar buktinya cukup. Kasus tersebut harus kembali dibuka.
Apalagi, bukti-bukti pendukung yang dimasukkan pada saat gelar perkara di Polda Sulsel sangat jelas. Bukti-bukti tersebut terdiri dari laporan psikologi ketiga anak yang menyatakan telah terjadi kekerasan seksual.
Semua keterangan korban juga sama dan bersesuaian. Bahkan, juga ada ditemukan bahwa pelaku yang melakukan kejahatan dari kasus pencabulan terhadap ketiga anak di Kabupaten Luwu Timur itu lebih dari satu orang.
"Ada ditemukan juga bahwa pelakunya lebih dari satu orang. Diluar dari terlapor. Itu keterangan psikolog anak," kata dia.
Baca Juga:Diduga Dilakukan Ayah Kandung, KPAI Minta Polres Luwu Timur Usut Kasus Perkosaan Tiga Anak
"Kedua, dalam proses pengambilan BAP, ketiga anak tidak didampingi oleh ibu. Bahkan tidak didampingi pendamping apa pun, hanya anak dan penyidik. Tidak ada siapa pun, tidak ada pengacara. Itu yang kami anggap cacat prosedur," tambah Rezki.
Hasil pemeriksaan psikolog anak ini, kata Rezki, belakangan baru muncul setelah dilakukan pemeriksaan di P2TP2A Kota Makassar setelah kasus tersebut dihentikan proses penyelidikannya.
"Setelah penghentian itu. Jadi itu kita ajukan, berharapnya Polda Sulsel bisa mempertimbangkan tapi tetap tidak dibuka," tutur dia.
"Yang keberatannya kami ke Polda, kami sebut kalau seharusnya anak didampingi pada saat diperiksa dulu di Luwu Timur. Tetapi, tetap tidak ditindaklanjuti pelanggaran itu, kemudian penyidik justru melakukan pemeriksaan psikiatri ke ibu korban yang juga cacat prosedur. Hanya 15 menit tidak ada tahapan khusus, tiba-tiba keluar disebut punya Wahap," sambung Rezki.
Selain itu, kata Rezki, yang menjadi acuan penyidik menghentikan kasus karena terdapat asesmen dari P2TP2A Kabupaten Luwu Timur yang mengatakan bahwa anak-anak tersebut tidak mengalami trauma.
Baca Juga:Diperkosa Ayah Kandung yang Berprofesi ASN, Ibu Melawan, Polres Luwu Timur Membungkam
"Nah, ini yang kesimpulan yang keliru, apalagi asesmen itu dilakukan sama bukan psikolog. Dia cuma sarjana psikologi, tidak punya sertifikat dan tidak punya izin melakukan asesmen ke anak. Dan kesimpulan bahwa anak-anak itu tidak mengalami kekerasan seksual hanya karena anak-anak kelihatan tidak trauma ketika berada di sekitar si terlapor ini. Sementara itu kesimpulan yang keliru kalau menurut psikolog anak yang kami rujuk di Makassar. Tidak selalu kekerasan seksual itu hasilnya trauma, bisa jadi gejala psikologis yang berbeda atau pun munculnya belakangan. Jadi tidak bisa langsung disimpulkan bahwa tidak terjadi apa-apa," papar Rezki.