Konon katanya mereka dipilih melalui proses ritual di dalam hutan keramat bernama hutan Tombolo menggunakan ayam dan kerbau. Jika ayam tersebut terbang ke salah satu orang, atau orang tersebut dijilat oleh kerbau, maka dialah yang terpilih menjadi Ammatoa sampai ia meninggal dunia.
Ammatoa juga memiliki kelebihan yang berbeda dibanding warga biasa. Tugas utamanya adalah mengatur masyarakat, menentukan masa tanam dan panen, menerapkan hukum adat dan mengobati yang sakit.
Ia juga sangat dihormati dan dianggap seperti seorang presiden orang Kajang. Oleh karenanya, tidak sembarangan orang bisa bertemu dengan kepala suku, hanya orang orang yang berkepentingan khusus dan mendesak saja yang bisa bertemu dengannya.
![Warga Suku Ammatoa berjalan kaki tanpa memakai sandal di kawasan adat Ammatoa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/09/26/51740-suku-ammatoa.jpg)
2. Melepas Pakaian dan Tidak Mandi Selama 40 Hari
Baca Juga:Akhirnya Warga Desa Adat Amma Toa Kajang Bulukumba Mau Membuat KTP
Cukup mudah mengenali masyarakat suku Ammatoa yang sedang berduka. Mereka hanya menggunakan sarung hitam tanpa baju selama 40 hari.
Selama itu pula mereka tidak boleh mandi, dan mengganti sarung tersebut. Oleh warga setempat disebut Ikkarambi atau melilitkan sarung pada badan dan diikat pada dada jika berada di dalam rumah. Pada saat keluar rumah, mereka akan A’bohong, atau sarung yang dililit hingga kepala seperti orang memakai kudung.
Selain itu, ada tradisi Ma'basing. Tradisi ini dilakukan setiap sepuluh hari setelah kematian hingga hari ke seratus. Basing adalah alat musik khas Suku Kajang.
Bentuknya mirip seruling panjang. Bedanya, bagian ujung bawah lubang basing ditutup dengan tanduk kerbau. Nyanyian pemain basing juga sulit dimengerti. Mereka menggunakan bahasa khas yang berisi nasihat.
Di suku Ammatoa juga ada namanya Guru Patuntung. Orang ini dipercaya dapat berkomunikasi dengan jenazah. Ia akan mengajak jenazah bercerita dan menanyakan kondisinya di alam kubur.
Baca Juga:Soeharto Pesan 22 Kapal di Bulukumba Untuk Operasi Militer Papua
Keunikan lainnya pada tradisi kematian Suku Ammatoa adalah tidak boleh membawa cabe ke dalam rumah. Masyarakat setempat percaya memakan cabe di dalam rumah akan membuat orang yang meninggal kepedisan di alam kubur.
Pihak keluarga juga tidak boleh menyapu lantai. Hanya boleh menggunakan pakaian untuk membersihkan rumah, karena dipercaya akan membuat badan orang yang meninggal itu bengkak. Namun, bagi masyarakat Ammatoa, kematian ialah suatu perjalanan indah dan penuh nasihat.
3. Berpakaian Hitam, Tanpa Alas Kaki
Warga Kajang secara keseluruhan identik dengan warna hitam. Karena warna ini dianggap sebagai warna tua, sesuai dengan tanah tempat mereka tinggal.
Orang Kajang percaya Suku Ammatoa berdiri di tanah yang tua. Itulah nama desanya dinamakan Tana Toa. Dalam kesejarahan, mereka menganggap masyarakat yang ada di Gowa, Bone, bahkan Luwu berasal dari desa tersebut.
Pengguanaan alas kaki hanya berlaku untuk masyarakat di Kajang Dalam. Alasannya karena alas kaki dianggap sebagai modernitas. Hal tersebut bertentangan dengan prinsip hidup masyarakat yang hidup disana.