SuaraSulsel.id - Puluhan warga duduk sabar menunggu di pendopo. Pintu masuk kawasan adat Amma Toa, Desa Tana Toa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Tidak banyak kata yang terucap di antara mereka. Hanya sesekali bercengkrama sambil menikmati pisang goreng.
Mereka menunggu giliran untuk mrekam data E-KTP atau KTP elektronik. Butuh bertahun-tahun meyakinkan masyarakat di sana agar mau merekam data untuk kartu tanda penduduk.
"Bagi mereka, buat apa saya urus KTP. Toh saya tidak punya BPJS, tidak urus yang lain," ujar Kepala Seksi Inovasi Dinas Kependudukan Catatan Sipil Kabupaten Bulukumba, Endang Mulyani, Kamis, 23 September.
Baca Juga:Soeharto Pesan 22 Kapal di Bulukumba Untuk Operasi Militer Papua
Warga Amma Toa umumnya tidak hafal tanggal lahir, hanya umur. Itu pun perkiraan saja. Mereka juga hanya memakai nama sapaan di e-KTP.
"Semua warga Amma Toa namanya tidak lebih dari satu kata. Hanya satu kata," tambahnya.
Cukup mudah mengenali masyarakat Amma Toa. Saat perekaman, mereka berpakaian serba hitam dan mengenakan Passapu' (pengikat kepala). Kewajiban masyarakat memang seperti itu.
"Dirjen Dukcapil sudah kasih kebijakan agar mereka bisa tetap pakai Passapu' karena itu tidak boleh dilepas," tuturnya.
Warga tersebut ada yang berasal dari Amma Toa luar, sebagian merupakan warga Amma Toa dalam. Endang mengatakan, ada 35 petugas yang bergantian melayani mereka melakukan pelayanan perekaman dan pencatatan e-KTP.
Baca Juga:Mantan Bupati Bulukumba Sukri Sappewali Mengaku Diberi Rp50 Juta oleh Agung Sucipto
"Perekaman dilakukan di dalam mobil. Jadi kita yang datangi mereka. Sebagai bagian pelayanan kami pada program inovasi perekaman masyarakat hukum adat atau ramah adat," ungkap Endang.