SuaraSulsel.id - Salah satu bangunan bersejarah peninggalan Belanda di Kota Makassar adalah Gedung Pengadilan Negeri Kelas 1A Makassar. Bangunan ini sudah berusia 106 tahun. Terletak di Jalan RA Kartini, Kota Makassar.
Sama seperti bangunan peninggalan Belanda lainnya, Gedung Pengadilan Makassar juga menyimpan cerita mistis. Salah satunya kerap dialami Sampara, Satpam Pengadilan Makassar.
Sampara sudah bekerja menjaga Gedung Pengadilan Makassar selama 14 tahun. Ia mengaku kerap mengalami kejadian mistis saat bertugas.
Sampara bekerja dari pukul 07.00 hingga 19.00 Wita. Sebelum pulang, ia selalu memastikan lampu di ruangan sudah padam.
Baca Juga:Modus Palsukan Surat Kendaraan Untuk Dapat Pinjaman di Pegadaian Makassar
Ketika bertugas mengecek ruangan sebelum pulang, ia melihat ada orang yang kerap melintas secara tiba-tiba. Padahal di ruangan itu tak ada orang lain.
Anehnya, hal seperti itu hanya terjadi pada saat maghrib saja. Pernah saat itu, Sampara hendak ke Ruang Sidang Umar Seno Aji yang berada di sisi kiri gedung.
Namun, ia tiba-tiba melihat sosok tinggi besar dalam sekejap. Kejadiannya saat magrib.
"Sampai rambut saya serasa berdiri saking takutnya. Saya merinding. Coba ke sini kalau magrib pasti ada aneh," ujar Sampara saat bercerita ke SuaraSulsel.id, Kamis, 2 September 2021.
Pernah juga dulu, Sampara membawa anaknya ikut berkantor. Ia kemudian meminta tolong ke anaknya untuk mematikan lampu di salah satu ruangan.
Baca Juga:Nama 47 Pejabat Baru Danny Pomanto - Fatmawati Rusdi yang Dilantik Hari Ini
Tak lama berselang, anaknya demam tinggi. Kepada Sampara, sang anak mengaku melihat sosok yang aneh di ruangan tersebut.
"Pernah juga petugas kebersihan sampai lari ke luar gedung teriak-teriak. Dia sampai susah nafas cerita katanya lihat setan," bebernya.
Kejadian macam ini dialaminya di awal-awal ia bertugas. Kini Sampara mengaku sudah berteman dengan "penunggu" kantor tersebut.
"Sekarang sudah biasa rasanya. Kalaupun ada, sudah tidak mengganggu," ungkapnya.
Tempat Mengadili Orang Eropa dan China
Gedung Pengadilan Makassar didirikan pada tahun 1915. Gedung ini menjadi salah satu saksi sejarah lembaga pengadilan pada masa kolonial Hindia Belanda dan penjajahan Jepang.
Sebelum berubah nama, awalnya kantor ini bernama Raad van Justitia (RvJ). Letaknya di Jalan RA Kartini Nomor 18/23, Kelurahan Baru, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar.
Menurut catatan sejarah, RvJ adalah pengadilan untuk orang golongan eropa. Baik untuk perkara pidana, maupun perkara perdata. Untuk golongan Chinese, pengadilan ini adalah pengadilan untuk perkara perdata.
Sementara, pengadilan untuk orang-orang pribumi diberi nama Landraad. Letak gedungnya dengan RvJ juga berbeda.
Dalam sistem peradilan, RvJ berwenang mengadili perkara perdata yang diajukan oleh orang-orang di luar golongan Eropa dan China. Selama hal yang diperkarakan masuk ke dalam hukum eropa dan para pihak menundukkan diri secara sukarela pada hukum Eropa.
Sementara untuk perkara pidana, tanpa memperhatikan asal golongan masyarakat, RvJ berwenang mengadili perkara pidana mengenai perdagangan budak (slave trade), tindak pidana ekonomi, pembajakan, perampokan barang ketika transit di pantai, perampokan barang di sungai, dan tindak pidana lainnya.
RvJ juga berwenang mengadili sengketa kewenangan mengadili dari pengadilan-pengadilan yang berada di bawahnya. Disamping itu, RvJ merupakan pengadilan tingkat banding atas putusan-putusan Landraad dan Residentiegerecht.
Namun, pada era pasca kemerdekaan, nama kantor ini berganti menjadi Pengadilan Negeri Makassar, sesuai SK Penetapan BCB oleh Menbudpar tahun 2010. Saat ini, namanya berubah lagi menjadi Kantor Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Makassar.
Sejak masa kemerdekaan sampai saat ini, Gedung Pengadilan Negeri Makassar sudah sering mengalami pemugaran dan renovasi. Tetapi tidak meninggalkan bentuk aslinya.
Pada masanya, gedung bergaya arsitektur neo klasik Eropa campuran, Renaissance, dan Romawi ini bisa dikata terbesar, termegah, dan lokasinya sangat strategis. Bahkan banyak wisatawan yang kerap mengunjungi kantor ini untuk berfoto.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing