Cara Orang Bugis Makassar Berkomunikasi Dengan Huruf Lontara Mulai Punah

Tata aturan pemerintah dan kemasyarakatan juga menggunakan sistem bahasa ini

Muhammad Yunus
Minggu, 29 Agustus 2021 | 09:43 WIB
Cara Orang Bugis Makassar Berkomunikasi Dengan Huruf Lontara Mulai Punah
Salah satu nama jalan di Kota Makassar menyertakan tulisan dengan huruf Lontara [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

Teks kemudian dibaca dengan menggulung lembar tipis tersebut dari kiri ke kanan. Wadah dari naskah ini tersimpan rapi sebagai koleksi Tropenmuseum, sebuah museum antropologi yang terletak di Amsterdam, Belanda.

Setelah dikumpulkan, I La Galigo mencapai 12 jilid dengan 300.000 bait. Hal ini menjadikan karya sastra asal Bugis ini terpanjang di dunia mengalahkan epos Mahabharata yang totalnya hanya sekitar 150.000 bait.

Hal tersebut jadi bukti betapa mendunianya aksara ini pada zamannya. Namun, seiring berjalannya waktu, Lontara adalah salah satu aksara yang mulai terpinggirkan.

Menurut Guru Besar Ilmu Bahasa Universitas Hasanuddin Makassar Prof Nurhayati Rahman, salah satu penyebabnya karena penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Belum lagi bahasa Inggris dianggap sebagai bahasa kelas atas.

Baca Juga:Viral Mirip Jokowi, Perempuan Makassar Ini Ingin Bertemu Jokowi

Zaman terkini, piawai berbahasa inggris sudah dianggap cerdas. Contohnya jika melamar pekerjaan, maka yang diujikan adalah seberapa mampu pelamar bisa fasih berbahasa Inggris.

Begitupun di sekolah, bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris adalah mata pelajaran wajib. Sementara, bahasa daerah hanya dijadikan pilihan.

"Bahasa daerah dianggap tidak penting. Orang lebih bangga dengan bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia," ujarnya, Jumat, 27 Agustus 2021.

Padahal menurutnya, bahasa Indonesia hanya bahasa pengantar, bukan bahasa utama. Dalam tata aturannya, penggunaan bahasa daerah diwajibkan pada setiap penutur jika masih satu etnis. Kecuali jika berbeda, baru menggunakan bahasa Indonesia.

"Faktor lain karena berkurangnya tenaga pengajar bahasa daerah. Minat masyarakat untuk menjadi pengajar bahasa daerah sudah berkurang," tuturnya.

Baca Juga:Perempuan Mirip Jokowi Viral, Ingin Bertemu Jokowi

Hal itu terjadi akibat minimnya pembukaan formasi guru Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) bidang bahasa daerah. Untuk menutupi kebutuhan guru ahli di bidang bahasa daerah, sekolah pada umumnya terpaksa menunjuk langsung guru-guru yang sudah ada.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini