Kisah Korban Bom Teroris Jakarta dan Surabaya : Marah dan Luka, Tapi Mau Memaafkan

Setelah berhasil melawan rasa trauma yang mendalam. Pasca menjadi korban ledakan bom bunuh diri.

Muhammad Yunus
Kamis, 27 Mei 2021 | 15:27 WIB
Kisah Korban Bom Teroris Jakarta dan Surabaya : Marah dan Luka, Tapi Mau Memaafkan
Andi Dina Noviana Rivani korban bom bunuh diri di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta, 14 Januari 2016 / [SuaraSulsel.id / Muhammad Aidil]
Peringatan satu tahun Tragedi Bom Thamrin 14 Januari 2016, di Pos Polisi Perempatan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Sabtu (14/1).
Peringatan satu tahun Tragedi Bom Thamrin 14 Januari 2016, di Pos Polisi Perempatan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Sabtu (14/1).

Awalnya Dina tidak mengetahui apa yang telah terjadi pada dirinya dan membuat tempat tersebut hancur. Dia mengira ledakan yang terjadi di lokasi itu dipicu oleh tabung gas.

Dengan sisa-sisa tenaganya, Dina bangkit dan berusaha keluar dari tempat tersebut seorang diri. Usahanya berhasil setelah dia loncat keluar melalui pintu jendela yang menghadap langsung ke Jalan Sabang, Jakarta Pusat. Dengan ketinggian dua meter.

Sialnya, jendela yang diloncati Dina tersebut di bawahnya ternyata telah dipenuhi serpihan kaca akibat dari ledakan bom.

"Ternyata sudah banyak serpihan kaca. Jadi saya berada di atas serpihan kaca seperti berenang," kata dia.

Baca Juga:Polri Sebut Ali Kalora Sempat Ingin Serahkan Diri

"Ledakan yang saya tahu ada dua kali," tambah Dina.

Setelah berada di luar, Dina mengaku tidak merasa kesakitan. Padahal, tubuhnya telah dipenuhi dengan darah. Semua itu baru Dina ketahui setelah ada warga yang menegur dan ingin menolongnya ke rumah sakit untuk segera mendapatkan pertolongan medis.

Dina mengalami luka yang cukup serius. Pundak sebelah kirinya harus dijahit agar tidak terus mengeluarkan darah akibat tersayat sepihan kaca. Kaki dan tangannya juga ikut luka. Belum lagi telinga sebelah kiri Dina yang sudah tidak normal karena pendengaranya menurun.

Selama dirawat, Dina sempat ingin dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan yang lebih mumpuni. Namun, ditolak Dina.

"Saya mau dirujuk tapi saya bersikeras untuk pulang ke rumah. Karena saya pikir tempat yang paling aman itu di rumah," ujar Dina.

Baca Juga:Teroris Papua Makin Terdesak, Polisi Minta Lekagak Telenggen Serahkan Diri

Untuk mengobati rasa traumanya, Dina dibantu oleh dokter psikiater dengan cara berobat jalan. Setiap hari Dina harus rutin mengkonsumsi berbagai macam obat penenang. Penyebabnya, karena rasa trauma yang dialami membuat Dina sulit tidur dengan nyenyak. Selama tiga bulan lamanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini