SuaraSulsel.id - Sejarah peradaban Islam di Kabupaten Luwu, tak lepas dari datangnya tiga datok bersaudara dari Minangkabau Sumatera Barat ke pulau Sulawesi.
Kejadian itu berlangsung pada abad ke-16 atau tahun 1603 Masehi, tiga datok pembawa amanah Islam itu bernama Datok Sulaiman, Datok Ribandang, dan Datok Ditiro.
Tersebutlah Datok Sulaiman yang memilih untuk menyebarkan ajaran Islam di kerajaan Luwu, namanya pun berganti menjadi Datok Pattimang.
Sementara dua Datok lainnya memilih menyebarkan ajaran Islam di dua kerajaan lainnya, yakni di Kerajaan Bone dan Kerajaan Gowa.
Baca Juga:Agus Ridhallah Sebut Kerumunan di Megamendung Tanggung Jawab Habib Rizieq
Datok Pattimang tiba di Tana Luwu pada masa kerajaan Datu Luwu ke-15 bernama La Patiware dan dilanjutkan oleh putranya bernama Pati Pasaung dengan nama Islamnya Sultan Abdullah.
Datuk Pattimang datang dengan menggunakan perahu layar dan berlabuh di salah satu muara di Dusun Muladimeng, Desa Pabbaresseng, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Jejak awal Datok Pattimang ini ditandai dengan nama La Pandoso, oleh pemerintah setempat kemudian dibuatkan sebuah monumen bersejarah dengan julukan yang sama, Monumen La Pandoso.
La Pandoso sendiri berarti sebuah pancang atau tongkat yang ditancapkan untuk mengikat atau menambatkan perahu dalam bahasa Luwu.
Sampai saat ini, monumen awal masuknya Islam ini ramai dikunjungi warga saat Bulan Suci Ramadan tiba.
Monumen ini ditandai dengan berdirinya bangunan berupa replika masjid berukuran kecil sekitar 2 x 2 meter dan di tengahnya berisi tiang atau pancang setinggi 136 sentimeter sebagai simbol.
Baca Juga:Pasangan Non Muhrim di Aceh Terancam Hukuman Cambuk, Ini Penyebabnya
Kepala Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Luwu, Alim Bachry saat mengunjungi Monumen La Pandoso ini mengatakan, salah satu sejarah kebangsaan warga Luwu ada di La Pandoso.
- 1
- 2