SuaraSulsel.id - Banyak ulama di Indonesia yang bisa menjadi tauladan bagi umat islam. Sehingga tidak harus terjebak dalam satu pemikiran atau pendapat ulama. Dimana dampaknya bisa memecah belah umat.
Salah satu tauladan yang bisa menjadi referensi dalam beragama adalah KH Ahmad Dahlan. Pendiri ormas Islam besar di Indonesia, Muhammadiyah.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, menyimpulkan ada tujuh belas karakter atau sifat berkemajuan KH Ahmad Dahlan.
Mengutip dari Muhammadiyah.or.id Pertama, Kiai Dahlan itu seorang ningrat tetapi tetap merakyat.
Baca Juga:Angel Lelga Pindah Agama, Orangtua Belum Terima Anaknya Peluk Islam
Kedua, seorang yang puritan, tauhidnya bertauhid yang murni tetapi sangat inklusif dalam pergaulan.
“Kita bisa baca itu misal dalam bukunya Sutrisno Putoyo, atau mungkin Solihin Salam yang mengungkap pergaulan Kiai Dahlan yang sangat luas,” kata Mu’ti, Ahad 18 April 2021.
Ketiga, seorang yang kritis tetapi juga konstruktif. Kiai Dahlan itu seorang yang gelisah dengan berbagai persoalan yang ada tetapi langsung memberikan solusi bagaimana menyelesaikan masalah itu.
Keempat, seorang Priyayi yang melayani. Kalau dilihat dari silsilah keluarganya, di lingkungan Kraton itu termasuk kalangan ningrat dan priyayi. Karena Kiai Dahlan sebagai Khatib Amin, mendapatkan gelar Raden Ngabei yang hampir jarang disebut.
Kelima, seorang yang kaya tetapi bersahaja.
Baca Juga:Akademisi: Wacana Koalisi Partai Islam Dapat Membawa Semangat Universal
Keenam, seorang hartawan tetapi juga dermawan. Kita semua tahu bagaimana kedermawanan Kiai Dahlan selama ini.
Ketujuh, seorang yang alim tetapi tidak ekstrim. Kiai Dahlan itu ketika ada masalah yang dikemukakan adalah cara-cara berdialog.
Kedelapan, Kiai tetapi tidak semuci. Banyak sekarang orang yang merasa dirinya Kiai paling bersih dan suci, yang suka menyalah-nyalahkan orang lain. Kiai Dahlan tidak merasa dirinya paling baik dan bersih.
Kesembilan, seorang yang teguh tetapi tidak angkuh.
“Kalau kita baca berbagai literatur Kiai Dahlan adalah orang yang teguh tetapi tetap hormat pada siapapun,” ungkap Mu’ti.
Kesepuluh, seorang yang elit tetapi tidak elitis.
Kesebelas, seorang keturunan arab tetapi tidak kearab-araban. Kiai Dahlan ini bisa disebut sebagai habib tetapi tidak pernah disebutkan gelar habibnya itu. Maka di Muhammadiyah tidak banyak habib.
Keduabelas, seorang Jawa tetapi tidak kejawen.
Ketigabelas, seorang guru tapi tidak menggurui. Kiai Dahlan itu suka berdialog dan mendengar masukan.
Keempatbelas, seorang yang terbuka tetapi tidak liberal. Pikirannya sangat terbuka tapi tidak liberal masih menjalankan perintah agama.
Kelimabelas, seorang yang taat tapi tidak radikal.
Keenambelas, seorang yang bersahabat tapi tidak menjilat.
Ketujuhbelas, seorang yang berani tapi tetap rendah hati.
Ketujuhbelas karakter berkemajuan Kiai Dahlan inilah yang menjadi karakter penting bagaimana Muhammadiyah di masa depan dan diharapkan ketujuhbelas karakter ini dapat diamalkan seluruh warga dan elemen Persyarikatan.