SuaraSulsel.id - LBH Pers bersama Kemitraan Partnership mengadakan diskusi dan peluncuran protokol keamanan jurnalis dalam meliput isu kejahatan lingkungan.
Diskusi yang diadakan secara daring dihadiri beberapa penanggap seperti Ririn Sefsani dari Kemitraan, Jorim Ramm Kedutaan Belanda, Peter ter Velde dari Pressvlig Belanda (Organisasi Pers di Belanda yang fokus terhadap keamanan jurnalis), Irna Gustiawati mewakili Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan M Nasir dari Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).
Protokol kemanan jurnalis disusun oleh tim peneliti dari LBH Pers dan Peneliti dari International Federation of Journalists.
Dengan mendengar masukan dari berbagai kalangan yang berkepentingan dengan isu ini. Mereka adalah jurnalis peliput isu lingkungan, aktivis masyarakat sipil yang bergerak pada isu lingkungan, ahli, akademisi, organisasi profesi jurnalis, dan Dewan Pers.
Baca Juga:Disebut Mirip Aldebaran Ikatan Cinta, Mertua: Cakepan Asep!
Isi dari dari protokol ini terdiri dari lima bab yang fokus pembahasannya melalui dari tahapan persiapan hingga hal – hal yang harus dilakukan dalam menghadapi serangan tersebut.
Bab I membahas mengenai “Perencanaan dan Persiapan”, Bab II tentang “Keselamatan Pada Saat Meliput”, Bab III fokus pembahasannya adalah mengenai “Keamanan Digital”, lalu Bab IV terkait ”Berita dan Kode Etik Jurnalistik” dan yang terakhir bahasan dalam Bab V adalah Publikasi.
Latar belakang pembuatan protokol ini sendiri adalah karena situasi kebebasan pers di Indonesia terus memburuk seiring dengan banyaknya jumlah Jurnalis yang menjadi korban penyerangan pada saat melakukan kerja – kerja Jurnalistik.
Situasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya jumlah kekerasan terhadap Jurnalis setiap tahunnya. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers selama 5 tahun terakhir, setidaknya terdapat 413 kasus kekerasan terhadap Jurnalis yang sedang melakukan kerja – kerja pers.
Tahun 2020 menjadi tahun dengan jumlah kekerasan terbanyak sepanjang LBH Pers melakukan monitoring, yaitu sebanyak 117 kasus. Angka kekerasan tersebut diwarnai dengan bentuk – bentuk serangan yang diterima oleh Jurnalis mulai dari pengeroyokan, pemukulan, perusakan alat meliput, intimidasi psikis, ancaman serangan digital, hingga kekerasan seksual. Kekerasan terhadap jurnalis semakin memburuk saat yang menjadi korbanya adalah jurnalis perempuan.
Baca Juga:Mirip Aldebaran Ikatan Cinta, Jurnalis di Tasikmalaya Mendadak Viral
“Kesenjangan antara pentingnya peran jurnalis dengan risiko yang mengintai, terutama saat mengulik beragam kejahatan termasuk lingkungan. Jurnalis bekerja dengan ketiadaan protokol keamanan, dan lemahnya upaya perlindungan jurnalis,” ujar Ade Wahyudin saat memaparkan latar belakang pembuatan protokol keamanan, Rabu 24 Maret 2021.
Sedangkan Ririn Sefsani juga menyatakan bahwa latar belakang penerbitan protokol ini karena negara belum mampu secara penuh melindungi pembela HAM khususnya jurnalis.
Beberapa penanggap juga menanggapi tentang pentingnya sebuah protokol keamanan bagi seorang jurnalis.
Irna Gustiawati mengatakan protokol keamanan ini sudah sangat komplit dan ditunggu-tunggu.
"Protokol ini penting karena dapat mendorong perusahaan media dan jurnalis dalam memberikan protokol hingga SOP di setiap masing-masing perusahaan media dan berkolaborasi untuk melindungi jurnalis dalam meliput isu lingkungan,”
M Nasir juga menyampaikan hal yang serupa “Protokol keamanan ini menjadi kebutuhan dasar yang dimiliki oleh jurnalis dalam melakukan peliputan khususnya isu kejahatan lingkungan. Namun, juga harus menjadi kesadaran untuk menerapkan protokol ini kepada perusahaan media dan jurnalis. Harapannya, protokol ini menjadi bahan kompetensi jurnalis dan mendukung untuk dibawa ke Dewan Pers”
Saat diskusi, protokol ini juga ditanggapi oleh Jorim Ramm dari Kedutaan Belanda dan Peter ter Velde dari PersVeilig.
Jorim Ramm mengatakan “LBH Pers telah merangkai protokol keamanan untuk jurnalis khususnya dalam meliput isu lingkungan dengan baik. Karena kebutuhan yang dimana situasi perlindungan HAM khususnya jurnalis mengalami bentuk kekerasan, maka protokol ini hadir untuk diimplementasikan.”
Sedangkan Peter ter Velde berbagi tentang bagaimana penerapan protokol keamanan jurnalis yang juga di dukung oleh pihak kepolisian, pemerintah bahkan partai politik.
LBH Pers menekankan bahwa protokol ini memberikan panduan guna meningkatkan perlindungan terhadap jurnalis. Protokol ini hanya akan efektif jika redaksi dan jurnalis mengimplementasikannya.
"Kami berharap redaksi dan perusahaan media massa juga memiliki kesadaran untuk menyusun protokol. Redaksi dan perusahaan media massa pun harus terus meningkatkan pelaksanaan protokol keselamatan,".
Protokol dapat diunduh di : https://lbhpers.org/protokol-keamanan-dalam-meliput-isu-kejahatan-lingkungan/