Perasaan ini akan hilang jika ada kepuasaan yang dirasakan dan berujung pada situasi damai. Perdamaian ini memiliki peran penting dalam membangun bangsa.
"Laksana seniman, dibutuhkan kreativitas dalam penyelesaian atau antisipasi agar konflik tidak terjadi. Tidak ada resep baku dan berlaku secara umum dalam penyelesaian konflik, ciptakan kepercayaan kepada yang berkonflik sebagai salah satu upaya dari penanganan konflik," jelas Farid.
Rektor Unhas Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu, juga memberikan penjelasan dari bukunya tentang konflik.
Dwia menjelaskan konflik sebagai kajian karena beberapa alasan. Salah satunya konflik dan kekerasan komunal yang terjadi di wilayah Sulsel merupakan konflik lokal.
Baca Juga:Wakil Ketua MUI: Terkesan Abu Janda adalah Orang yang Dipelihara Pemerintah

"Namun, memiliki karakter kekerasan komunal yang terjadi di tempat lain juga representasi karakter kekerasan komunal wilayah lain di Indonesia,” kata Dwia.
M. Najib Azca Ketua Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM sebagai pembahas dalam bedah buku memberikan pandangan tentang buku Farid dan Dwia. Menurutnya, kedua buku menyampaikan narasi damai.
Untuk buku berjudul Damai di Bumi Sawerigading, narasi damai berada di tingkat lokal. Dengan corak konflik kekerasan sporadis dan terpencar di tingkat desa.
Sementara itu, sumber konflik bukan pada aspek SARA, melainkan motif ekonomi dan perubahan struktural sosial ekonomi dalam proses modernisasi.
“Buku karya dr. Farid, narasi bercorak reflektif, praksis dan biografis mengenai peran dan keterlibatan dalam proses perdamaian di Poso, Ambon, Aceh, Papua hingga Afghanistan,".
Baca Juga:Abu Janda Dipanggil Polisi Terkait Kasus Perkataan Islam Arogan
"Penulisnya merupakan sosok langka, seorang dokter dengan kecakapan dan kemampuan tidak biasa guna meretas jalan menuju perdamaian,” kata Najib.