SuaraSulsel.id - Alokasi vaksin tahap pertama dikhususkan untuk tenaga kesehatan dan sejumlah kepala daerah. Bahkan Presiden Jokowi akan menjadi orang pertama ikut disuntik vaksin Covid-19.
Presiden Jokowi dan kepala daerah akan disuntik vaksin gratis. Hal tersebut menjadi penanda bahwa vaksinasi massal dimulai di seluruh daerah yang telah menerima vaksin.
Namun, di tengah keterbatasan vaksin yang ada untuk para nakes saat ini, etis dan pantaskah presiden dan kepala daerah didahulukan. Nahkan harus gratis ?
Pengamat Kebijakan Publik Unhas, Nur Sadiq, kepala daerah tak perlu divaksin pertama. Ada pihak yang harus didahulukan karena lebih butuh. Lagian, pemerintah sudah menjamin bahwa vaksin tersebut aman.
Baca Juga:Polisi Sita Bom Rakitan dan Senjata Milik Terduga Teroris di Makassar
"Tidak mungkin ada izin edar jika tidak aman. Jadi kalau kepala daerah didahulukan dengan alasan untuk menjadi percontohan, saya kira tidak perlu. Bukan hal urgen," kata Sadiq, Kamis (7/1/2021).
Beda halnya dengan para nakes. Kata Sadiq, mereka langsung bersentuhan dengan virus. Para medis harus punya antibodi yang kuat untuk bekerja.
Vaksin, kata Sadiq memang sudah seharusnya gratis. Negara harus menjamin itu.
Ada Vaksin Berbayar
Hanya saja, pemerintah kini memberlakukan vaksinasi mandiri. Mereka yang ingin cepat dan punya duit bisa untuk melakukan vaksin mandiri.
Baca Juga:Dua Terduga Teroris Makassar Berencana Lakukan Bom Bunuh Diri
Namun, kata Sadiq, regulasi ini belum jelas. Sebab, belum ada penjelasan apakah vaksin yang gratis itu jenis Sinovac atau vaksin jenis lain seperti Pfizer inch dan beberapa lainnya.
"Jadi sebenarnya vaksin mandiri ini juga membingungkan karena harusnya (semua) vaksin digratiskan. Jadi siapa pun yang memenuhi syarat divaksin, ya divaksin secara gratis," tegasnya.
Presiden RI Joko Widodo sendiri sudah meminta agar para kepala daerah bersedia menjadi orang pertama yang disuntik vaksin.
Hal tersebut diungkapkan Jokowi saat rapat terbatas mengenai penanganan pandemi Covid-19 dan vaksinasi di Istana Negara, Rabu kemarin.
Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Sulsel Nurul AR menambahkan vaksinasi untuk kepala daerah dan Forkopimda akan dilakukan pada tanggal 14 dan 15 secara serentak. Setelahnya giliran nakes dan tenaga non medis yang bekerja di fasilitas kesehatan.
Sulsel sendiri saat ini masih menunggu tambahan 30.000 lebih vaksin, sebelum disalurkan ke Kabupaten/Kota. Kuota yang ada saat ini baru 30.000.
Nantinya mereka yang akan divaksin akan mendapatkan pemberitaan melalui SMS dari Kemenkes. Mereka yang sudah mendapat pemberitahuan, wajib untuk mengikuti pelaksanaan vaksin.
Ia juga mengatakan secara umum vaksinasi akan memiliki efek samping. Tapi sifatnya ringan, seperti demam singkat.
Sementara, Pengamat Kebijakan Publik Prof Amir Imbaruddin sendiri menilai keputusan Presiden untuk meminta kepala daerah divaksin pertama sudah tepat. Hal tersebut bisa menjadi bukti bahwa vaksin ini aman bagi masyarakat.
"Ini untuk menghilangkan keragu-raguan, khususnya kepada masyarakat yang merasa bahwa vaksin ini tidak aman atau berbahaya. Kalau Presiden dan kepala daerah sudah divaksin dan tidak apa-apa, seharusnya masyarakat tidak perlu takut untuk divaksin," kata Amir.
Ia mengaku tingkat keraguan masyarakat untuk divaksin bisa jadi turun akibat banyak pemberitaan soal efek samping seusai divaksin. Disitulah kepala daerah harus hadir untuk meyakinkan masyarakat.
Ketua STIA LAN Makassar ini juga melihat tak ada yang salah dengan vaksinasi gratis kepada kepala daerah. Karena semua yang dinyatakan bersyarat akan divaksin secara gratis pada waktunya.
"Saya kira etis saja. Presiden saja divaksin gratis. Kenapa? Karena pada akhirnya semua yang memenuhi syarat kesehatan akan divaksin. Gratis pula," sebutnya.
Menurutnya, yang harus diperhatikan adalah pemberian vaksin harus dengan syarat kesehatan yang dipersyaratkan. Juga dalam hal prioritas pemberian vaksin ini, sudah sesuai aturan yang sudah ditetapkan.
"Dan, tentu saja memastikan bahwa walaupun sudah divaksin, protokol kesehatan harus tetap dijalankan dengan protokol kesehatan yang disiplin," katanya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing