SuaraSulsel.id - Kartu kuning ini diberikan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan. Atas kerusakan lingkungan yang terjadi sepanjang 2020.
Kartu kuning tersebut simbol peringatan keras terhadap pengelola negara agar menghentikan cara buruk dalam mengelola lingkungan.
Sepanjang tahun 2020, WALHI mencatat, masyarakat mengalami kerugian meteril akibat perampasan ruang, pengrusakan lingkungan, pemiskinan rakyat. Jika diuangkan kerugiannya sebanyak Rp 8,24 triliun
Mengutip dari Terkini.id -- jaringan suara.com, Direktur Eksekutif WALHI Sulsel Muhammad Al Amin merinci total kerugian materil rakyat Sulsel sepanjang 2020.
Baca Juga:Nurdin Abdullah ke Pegawai Baru: Jangan Simpan SK PNS di Bank
Perampasan ruang sebanyak Rp 165 miliar, perusakan lingkungan sebesar Rp 36 miliar, dan bencana Ekologis dengan nilai Rp 8 triliun.
Amin mengaku kecewa pada Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah. Pasalnya, Jika dibandingkan tahun 2019 kerugian materil bencana ekologis di Sulsel hanya Rp 2,3 triliun. Sementara, tahun 2020 mencapai hampir 4 kali lipat sebanyak Rp 8,24 triliun.
“Kerugian masyarakat pada tahun 2019 sebanyak Rp 2,3 trilliun. Makanya, kami juga memberi rekomendasi kepada pemerintah untuk mengelola tata letak. Tapi yang kami temukan kerugian meningkat sampai Rp 8,24 triliun,” ujar Amin saat menggelar konferensi pers catatan akhir tahun dengan tema “Praktik Kejahatan Negara-Koorporasi di Masa Pandemi”, di Sekretariat WALHI Sulsel, Rabu, 30 Desember 2020.
Jika berangkat dari kajian peristiwa pada tahun 2020, kata Amin, dunia tengah menghadapi bencana pandemi Covid-19. Namun dibalik peristiwa tersebut, pemerintah malah menambah beban masyarakat dengan komplikasi ruang yang memiskinkan.
Amin mengungkapkan aktor yang berperan dalam perampasan ruang, perusakan lingkungan yang memiskinkan rakyat Sulsel selama pandemi Covid-19.
Baca Juga:Gubernur Nurdin Abdullah : Jam Malam di Makassar Tidak Penting
Ia mengatakan sejumlah aktor yang terlibat antara lain, gubernur, wali kota atau bupati, perusahaan tambang, Badan Usaha Milik Negara, kolega gubernur, dan pihak kepolisian.
“Itu termasuk praktek kejahatan negara. Bagi kami aktor yang paling penting adalah peran pemerintah yang memberi izin, akibatnya menimbulkan konflik di masyarakat,” jelasnya.
Kendati begitu Amin berharap pada tahun 2021, pemerintah membuka komunikasi dengan masyarakat. Ia meyakini Pemerintah masih bisa diajak berdialog.
“Agar seluruh rekomendasi warga dapat dilakukan pada tahun 2021. Pemerintah mungkin masih bisa berubah,” ungkapnya.
Namun, kata dia, bila model pembangunan dan pengelolaan SDA masih sama seperti saat ini, Amin menyebut kerugian masyarakat pada tahun 2021 akan jauh lebih buruk.
“Saya prediksi kerugian masyarakat di Sulsel akan naik tiga kali lipat dari sekarang,” ungkapnya.
Sementara, Slamet Riadi, Staf Advokasi dan Kajian WALHI Sulawesi Selatan mengamati dua pola kejahatan negara. Ia mengatakan koorporasi mendapat legalitas dari negara. Selain itu, koorporasi tidak pernah memenuhi hak masyarakat.
“Akibatnya kerugian masyarakat di tahun 2020 semakin buruk,” ungkapnya.
Kendati begitu, ia mengatakan negara diamanahkan untuk mensejahterakan masyarakat. Sebab itu, masyarakat mesti tetap turut aktif mengawasi kebijakan negara.
WALHI pun memberi rekomendasi terhadap gubernur. Ia meminta gubernur berhenti melakukan pencitraan dan bekerja secara sungguh-sungguh.
Selain itu, meminta gubernur berhenti melibatkan kolega dan keluarga dalam proyek pembangunan yang bersumber dari APBN atau APBD.
“Lindungi rakyat beserta wilayah kelola lingkungan hidupnya. Cabut izin tambang yang mengancam wilayah masyarakat. Tumbuh kembangkan investasi lingkungan hidup, pembangunan ekonomi berbasis kelola rakyat,” pungkasnya.