Meski Pandemi, Penjual Putu Cangkir Bisa Raup Rp 6 Juta Setiap Bulan

Kudapan ini masih bisa dijumpai di pinggiran jalan selama pandemi Covid-19

Muhammad Yunus
Minggu, 06 Desember 2020 | 15:39 WIB
Meski Pandemi, Penjual Putu Cangkir Bisa Raup Rp 6 Juta Setiap Bulan
Penjual ue tradisional putu cangkir di Kota Makassar / [Foto SuaraSulsel.id: Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Uap panas mengepul membawa aroma gula merah dan pandan. Uni (48 tahun) dengan ramah melayani pelanggan. Sembari kedua tangannya terus menari memasukkan bahan kue dalam cetakan.

Ya, sudah 12 tahun wanita paruh baya itu menjual putu cangkir atau dalam bahasa Makassar Putu Cangkiri'. Kue tradisional khas Bugis yang legendaris.

Kudapan ini masih bisa dijumpai di pinggiran jalan. Salah satunya di warung semi permanen milik Uni di bilangan Jalan Cendrawasih, Kota Makassar.

Setiap harinya, Uni berjualan putu cangkiri' mulai pukul 16.00 hingga 18.00 wita. Saat azan magrib berkumandang, dia pun beranjak pulang.

Baca Juga:Siswa SD Tewas Tersengat Listrik saat Main di Lantai 2 Rumah Teman

SuaraSulsel.id menyambanginya, Minggu (6/12/2020). Uni tengah sibuk membuat 100 putu cangkiri' yang dipesan oleh pelanggan sejak siang. Dalam sehari saja, ia kadang bisa mencetak 800 putu.

Putu Cangkir / [Foto SuaraSulsel.id: Lorensia Clara Tambing]
Putu Cangkir / [Foto SuaraSulsel.id: Lorensia Clara Tambing]

"Biasa sampai seribu putu saya bikin dalam sehari. Alhamdulillah ramai. Banyak yang pesan untuk acara-acara," kata Uni.

Ia mengaku mempelajari teknik membuat putu cangkiri' dari mertuanya yang telah menjual selama puluhan tahun di Limbung, Kabupaten Gowa. Daerah ini memang pusatnya pembuat kue putu.

"Jadi awalnya dari mertua, lama kelamaan bisa sendiri. Sampai di sini (Makassar) saya coba dan banyak yang beli," tambahnya.

Cara pembuatan kue putu cangkiri' terbilang unik. Bahkan menjadi hiburan tersendiri bagi para pembeli.

Baca Juga:Ngeri! Viral Buaya Diusili Bocah-bocah, Publik: Diusili Balik Mampus

Tingkat kesulitannya hanya pada pengukusan saja. Harus pas agar adonan tidak mentah. Begitupun kecepatan tangan harus seirama agar matangnya pas.

Jika tidak, adonan putu cangkiri' yang berbentuk serbuk bisa terburai. Untuk mengeraskan adonan hanya menggunakan uap panas.

Lalu, kenapa namanya putu Cangkiri'? Penamaan cangkiri' ini karena bentuk kue putu yang sekilas memang mirip cangkir terbalik. Tapi bahan dasar pembuatannya tidak menggunakan cangkir sama sekali.

Putu Cangkir / [Foto SuaraSulsel.id: Lorensia Clara Tambing]
Putu Cangkir / [Foto SuaraSulsel.id: Lorensia Clara Tambing]

Bahannya sangat sederhana. Hanya terbuat dari gula merah untuk rasa original, beras ketan, dan kelapa parut sebagai isiannya.

Dari suku katanya, putu Cangkiri' ini terdiri atas dua suku kata, yaitu: Putu artinya panganan dari beras ketan, dan Cangkiri' yang berarti cangkir.

Belakangan, Uni berinovasi dengan menghadirkan varian rasa baru yakni ketan putih, pandan dan ketan hitam. Omzet yang diraupnya dalam sebulan bisa mencapai Rp 6 juta.

"Lumayan untuk biaya anak sekolah. Sekarang sudah punya tiga cabang yang juga dikelola anak saya," kata Uni.

Sandi, salah seorang pembeli menuturkan putu cangkiri' memiliki rasa berbeda dari kue tradisional Bugis Makassar lainnya. Murah dan rasanya tidak membosankan walau manis.

Ia rela bersabar menanti pesanan bersama pembeli lain yang telah mengantri sebelumnya. Sebagai penggemar kue tradisional, Sandi berharap Uni dan pedagang lain tetap membuat kue tersebut untuk melestarikan kuliner tradisional Bugis Makassar.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini