SuaraSulsel.id - Minat belajar anak di Pulau Lanjukang, Kota Makassar sangat tinggi. Tapi terkendala sarana dan prasarana.
Pulau paling terluar di Kota Makassar ini berjarak 40 Km dari Kecamatan Ujung Tanah. Jaraknya bisa ditempuh 3 jam menggunakan kapal kayu dari Dermaga Kayu Bangkoa.
Disana, ada 13 anak yang masih berusia sekolah dasar menitipkan asanya. Berharap kelak, mereka bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Sama seperti siswa yang bersekolah di perkotaan pada umumnya.
"Ada alat tulis, perpustakaan buku, fasilitas komputer dan lainnya. Tapi bagaimana, di sini tidak ada listrik," ujar Ilham, salah seorang relawan pengajar, pekan lalu.
Baca Juga:Cara Satpol PP Makassar Bongkar Baliho HRS: Dilipat Rapi Lalu Antar ke FPI
Ilham memang baru sebulan menjadi pengajar di pulau cantik ini. Menggantikan guru dari komunitas pejuang pelosok yang sebelumnya mengajar di sana.
Ilham bukan penduduk Pulau Lanjukang. Sehingga harus pulang ke kota setiap akhir pekan.
Dulunya, kata Ilham, sekolah darurat itu tidak beroperasi setiap hari. Proses belajar mengajar hanya dilakukan dua atau tiga hari dalam sepekan.
Berkat bantuan pemerintah, renovasi sederhana dilakukan sejak bulan lalu. Minat anak-anak di sana untuk belajar sejak itu mulai meningkat.
"Jadi sebulan terakhir kita mulai belajar tiap hari. Yang dulunya tidak bisa baca hitung tulis, sekarang sudah bisa. Mereka makin semangat," kata Ilham.
Baca Juga:Kasatpol PP Makassar: Turunkan Baliho Rizieq Shihab Bukan Dengan Kebencian
Sekolah itu tak seberapa besar. Dindingnya juga tidak ada. Hanya atap dan alas saja yang ada. Dibanding lima tahun yang lalu, kata Ilham, setidaknya mulai ada perhatian pemerintah.
"Baru aktif bulan Oktober setelah direnovasi. Atapnya diperbaiki, lantainya ditembok, tapi dinding belum. Jadi mungkin lebih nyaman belajarnya," lanjut Ilham.
Ia tak sendiri. Pengajar lainnya, Hada. Wanita setengah baya itu juga penduduk lokal di Pulau itu, yang tergerak hatinya untuk turut mencerdaskan anak pulau.
"Anak pulau juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Harus setara, apalagi pulau Lanjukang ini masih bagian dari kota besar. Makassar ini kota besar, maju tapi pendidikan di Pulau terlupakan," ujar Hada.
Minimnya fasilitas tak membuatnya patah arang. Apalagi jika melihat senyum anak muridnya. Bagi mereka, keterbatasan bukan alasan untuk berhenti mengejar asa.
Ia mengaku akan terus berjuang untuk anak-anak pulau agar bisa belajar dengan layak. Sama seperti anak sekolah di daratan.
Sama seperti harapan semua orang. Hada juga berharap sekolah di Pulau bisa jadi perhatian utama pemerintah. Tidak boleh ada diskiriminasi dengan sekolah di daratan.
"Kami mengajar anak usia 6-14 tahun. Setelahnya, kami anjurkan untuk melanjutkan sekolah ke perkotaan. Kita harap peran aktif pemerintah untuk keberlangsungan sekolah di pulau. Mereka tetap harus bersekolah," tuturnya.
Sementara, Gubernur Sulawesi Selatan menyebutkan, di Sulsel ada 330 pulau. Masalah yang paling utama memang adalah pendidikan.
Anak pulau yang selesai di sekolah dasar dan menengah, banyak yang putus sekolah. Karena di pulau tidak ada SMA dan perguruan tinggi.
"Saya juga ada tanggung jawab anak-anak kita di pulau. Mereka kalau sudah tamat SMP, bagi pulau yang tidak punya SMA terpaksa harus putus sekolah," kata Nurdin Abdullah.
Akses untuk ke kota juga sulit. Belum lagi mereka tak punya tempat untuk menetap di perkotaan.
"Jadi dibutuhkan tempat tinggal lagi di kota. Oleh karena itu, kami sementara merencanakan asrama bagi masyarakat pulau. Tidak ada lagi alasan anak-anak kita tidak lanjut,” sebutnya.
Nurdin pekan lalu sudah mengunjungi pulau Lanjukang bersama Pj Wali Kota Makassar. Itu adalah kunjungan kedua kali Nurdin ke Pulau tersebut.
"Saya akan bicara dengan Pak Wali terutama untuk anak-anak kita yang mau lanjut SMA, yang mau lanjut kuliah. Mudah-mudahan kita siapin tempat pemondokan di Makassar," ungkapnya.
Ini dilakukan agar anak-anak pulau bisa menjadi manusia yang paripurna. Yang bisa mengubah kehidupannya dan kehidupan bangsa kelak.
"Karena mereka juga aset bangsa. Berhak punya masa depan dan cita-cita yang lebih baik, bukan putus sekolah," tandas Nurdin.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing