Puluhan Penulis Serentak Luncurkan Buku Sastra di Hari Jadi Sulsel

Kegiatan dilaksanakan atas kerjasama Lembaga Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan Sulawesi Selatan (LAPAKSS) dan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Daerah Sulsel

Muhammad Yunus
Selasa, 20 Oktober 2020 | 14:54 WIB
Puluhan Penulis Serentak Luncurkan Buku Sastra di Hari Jadi Sulsel
Sejumlah penulis melakukan peluncuran bersama Buku Sastra dalam rangka Hari Jadi Sulsel ke-351 tahun dan Bulan Bahasa dan Sastra 2020 / Foto : Istimewa

SuaraSulsel.id - Sejumlah penulis melakukan peluncuran bersama Buku Sastra dalam rangka Hari Jadi Sulsel ke-351 tahun dan Bulan Bahasa dan Sastra 2020.

"Jumlah 40 judul buku sastra yang mampu diterbitkan dalam 2 tahun terakhir merupakan pencapaian yang patut diapresiasi," kata Ajiep Padindang, Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, saat peluncuran bersama buku sastra, di Etika Studio, Makassar, Senin, 19 Oktober 2020.

Kegiatan tersebut dilaksanakan atas kerjasama Lembaga Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan Sulawesi Selatan (LAPAKSS) dan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Daerah Sulawesi Selatan.

Meski dari sisi kuantitas terbilang cukup menggembirakan namun dari segi tema masih perlu ditelaah, apakah karya-karya itu memotret situasi sosial masyarakat, mengangkat nilai-nilai lokal dan kesustraan Sulawesi Selatan, serta membincangkan persoalan kebangsaan dan keindonesiaan kita.

Baca Juga:Komunitas Sioux: Penyelamat Ular dari Stigma Jahat

Karena itu, kita butuh kritikus sastra yang akan mengkaji karya para penulis agar lebih baik dan berkualitas.

"Sayangnya, kritikus sastra itu termasuk manusia langka," kata Ajiep Padindang, yang memang sangat dekat dengan sastrawan dan seniman itu.

Kali ini hanya ada satu buku kritik sastra yang ditulis Mahrus Andis.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang kini menjalani periode keduanya di Senayan itu, menaruh perhatian besar terhadap perkembangan sastra daerah.

Dia misalnya, mengembangkan Sekolah Bugis di beberapa kabupaten di Sulsel, dan memuji penerbitan karya sastra berbahasa Makassar.

Namun dalam talkshow yang dipandu Rusdin Tompo, dia mengingatkan agar karya sastra, khususnya puisi, bukan hanya sekadar mengubah puisi bahasa Indonesia menjadi puisi berbahasa Makassar, tapi lebih penting dari itu memberi penguatan pada nilai-nilai budaya dan kearifan lokal.

Baca Juga:Lahir dari Pembungkaman, Pendekar Pena Balairung Menjelma Jadi Petarung

Talkshow ini bertema "Budaya Literasi dan Literasi Budaya Sulawesi Selatan".

Ketua Harian LAPAKKSS, Yudhistira Sukatanya, mengatakan bahwa ide acara ini sederhana. Yakni, hanya mencoba mengidentifikasi berapa banyak buku sastra yang diterbitkan di Sulsel.

Jadi, dengan bikin acara ini, harapannya bisa terlacak dan terpetakan karya sastra yang terbit selama periode tertentu.

Sehingga, acara ini lebih bersifat apresiasi kepada teman-teman penulis.

"Malah ada keinginan kita akan memberikan penganugerahan terhadap para penulis, termasuk pemberian lifetime achievement kepada mereka yang telah mendedikasikan hidupnya bagi kemajuan dunia sastra," katanya.

Buku satra yang diluncurkan bersama itu sangat beragam. Boleh dikata, lintas generasi, genre, gender, dan dari beragam profesi.

Pada karya puisi antara lain, ada buku Goenawan Monoharto (Dansa Bersama Corona dan O Ammalek), Kembong Daeng (Perempuan Makassar), Nur Failia Majid (Serpihan Tak Tersisa), Syahril Patakaki Dg Nassa (Sanja Mangkasara: Attayang ri Masunggua).

Tri Astoto Kodarie (Tarian Pembawa Angin), DianSi (Ibu Bumi Ayah Matahari), Mahasiswa Kedokteran UMI Kelas A (Antologi Puisi: Di Balik Jas Putih. Editor St. Rahmawati), serta karya murid-murid SDN Borong Makassar (Antologi Puisi, Perpustakaan Baru).

Ada buku pantun karya Ang Bang Tjiong, Asis Nojeng, Agnes Kwenang, Ang Heang Tek (Pantoen Melajoe Makassar), juga cerpen seperti karya Andi Wanua Tangke (Prajurit yang Nakal), I.R Makkatutu (Memeluk Retak) dan Muh. Amir Jaya (Seutas Tasbih dan Sajadah Misteri).

Ada pula buku cerita anak yang ditulis oleh Madia S. Nura (Sangiang Serri' dan Kucing Penjaga Padi) dan Rahim Kallo (Serial Si Ojan), serta novel karya Yudhistira Sukatanya (Robert Wolter Mongisidi, Surat-surat dari Sel Maut), Idwar Anwar (Opu Daeng Risaju), Labbiri (Tusalama'), dan Suradi Yasil (Cinta dan Kusta).

Semua buku yang diluncurkan itu didonasikan kepada Perpustakaan Desa Jenetallasa (Gowa) dan Rumah Cerdas (Maros), yang diserahkan langsung oleh Ajiep Padindang, didampingi oleh Yudhistira Sukatanya dan Goenawan Monoharto.
Selain monolog, acara ini juga diisi dengan pembacaan puisi oleh Muh Naafi Ramadhan, Komunitas Anak Pelangi (K-apel) dan sejumlah penyair.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini