JATAM Sebut Nama 12 Aktor Intelektual di Balik Satgas dan Panja Omnibus Law

Melalui sejumlah elite politik dan pebisnis di Satgas dan Panja Omnibus, kepentingan itu dikejar, dan berhasil diperoleh dengan disahkannya RUU Omnibus Law

Muhammad Yunus
Jum'at, 09 Oktober 2020 | 17:59 WIB
JATAM Sebut Nama 12 Aktor Intelektual di Balik Satgas dan Panja Omnibus Law
Polisi menembakkan gas air mata kepada massa demonstran yang menolak disahkannya Undang-Undang Omnibus Law di Kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat, Kamis (8/10). [Suara.com/Alfian Winanto]

Ini wajar sekali terjadi kalau melihat bagaimana rekatnya relasi para penyusun undang-undang ini dengan pelaku usaha, bahkan mereka sendiri merupakan pebisnis yang akan diuntungkan dari terbitnya Omnibus Law.

“Penelusuran kami mencatat setidaknya 57% anggota panja sendiri merupakan pelaku usaha. Selain itu, kami juga menemukan bahwa sebagian dari barisan para aktor ini pernah tercatat sebagai mantan tim sukses dan tim kampanye pada Pemilihan Presiden 2019 lalu,” Iqbal Damanik, Direktur Tambang dan Energi Auriga Nusantara.

Konflik kepentingan akan mendorong pejabat publik mengambil keputusan dan kebijakan yang tidak berdasar pada kepentingan publik. Konflik kepentingan yang melandasi lahirnya UU Cipta Kerja ini telah mengubah struktur esensial dari negara demokratis menjadi negara berwatak oligarkis, yang tidak lagi melayani kepentingan publik.

Dengan demikian, telah terjadi pengkhianatan terstruktur melalui penyanderaan institusi publik dan regulasinya, sehingga keduanya berubah menjadi alat untuk menguntungkan kepentingan segelintir orang dan kelompok belaka.

Baca Juga:Datangi Polda, Adian Napitupulu Temui Pendemo dan Jurnalis yang Ditahan

“Para aktornya,yang terlibat konflik kepentingan, menghasilkan kebijakan yang juga hanya menguntungkan mereka. Dari catatan kami ditemukan sejumlah pasal-pasal sektor pertambangan dan energi yang ada di dalam UU Cipta Kerja yang menguntungkan perusahaan-perusahaan tambang dan batubara,"

"Omnibus Law juga merupakan penanda krisis demokrasi dan tegaknya pemerintahan despotik yang terus memperkuat kepentingannya dengan memperlemah suara rakyat,” kata Tata Mustasya, Koordinator Kampanye Ikim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara.

Di antara pasal kepentingan pebisnis tambang batubara di UU Cipta Kerja adalah; Pasal Royalti 0% bagi Perusahaan Hilirisasi Batubara untungkan perusahaan milik para oligarki batubara Penambahan pasal 128 A dalam UU Cipta Kerja.

Yang menyatakan bahwa bagi pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai tambah batubara dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara yakni pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara untuk kegiatan peningkatan nilai tambah batubara dapat berupa pengenaan royalti sebesar 0% (nol persen).

Hal ini akan menguntungkan sejumlah perusahaan pertambangan yang selain sudah menguasai sektor hulu batubara sekaligus hilir batubara seperti Gasifikasi Batubara dan PLTU Batubara, padahal keduanya justru menyandera Industri energi nasional pada energi kotor batubara lebih dalam lagi.

Baca Juga:Demo Bentrok di Medan, Polisi: Kelompok Anarko Gabung dengan Geng Motor

Pemberian relaksasi royalti hingga 0% ini akan menyelamatkan industri kotor pertambangan batubara yang sedang senja dan menghadapi krisis dan cacat bawaan jatuhnya harga, tren ditinggalkannya energi kotor karena desakan global pada transisi menuju energi bersih, adil dan berkelanjutan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini