SuaraSulsel.id - Sejumlah Pedagang Kaki Lima (PK5) yang beroperasi di Kawasan Kanre Rong, Lapangan Karebosi, Jalan RA Kartini Kota Makassar mengeluh. Karena adanya pembayaran uang sewa yang harus disetor kepada oknum pengelola.
Seperti yang dialami oleh pedagang kopi bernama Dio. Mengeluhkan adanya pembayaran sewa kios yang harus diberikan kepada pengelola bernama Muhammad Said sebanyak Rp 600 ribu setiap bulan.
"Pembayaran awalnya tiga bulan, terus enam bulan, tambah enam bulan lagi. Perbulan itu Rp 600 ribu," kata Dio kepada Suarasulsel.id saat ditemui di Kiosnya, Jalan RA Kartini, Makassar, Rabu (16/9/2020).
Dio mulai berdagang kopi di Kios Kanre Rong Desember 2019 lalu. Awalnya, ia sama sekali tidak mengetahui bahwa kios di Kanre Rong memang dibangun untuk masyarakat yang kurang mampu. Agar dapat mencari nafkah. Tanpa harus mengeluarkan uang sewa kios alias gratis.
Baca Juga:Dugaan Pungli Jenguk Tahanan oleh Oknum, Keluarga Geruduk Polrestro Tangkot
Namun, keluhan tersebut akhirnya muncul. Sebab, pada kenyataannya masih ada beberapa pedagang di Kawasan Kanre Rong yang harus membayar uang sewa kepada pengelola.
"Saya kan tidak tahu kalau digratiskan. Di sini baru saya tahu, dan itu kita hargai usaha pemerintah. Kami yang penyewa tentu mau kalau digratiskan," keluh pria berusia 52 tahun tersebut.
"Ada semua kuitansinya itu yang saya bayar uang sewa," Dio menambahkan.
Lebih lanjut, Dio menjelaskan dengan adanya keluhan-keluhan pembayaran sewa kios tersebut ia pun akhirnya dipanggil oleh Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Makassar Evi Aprialty.
Tujuan pemangilan tersebut adalah untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya, terkait persoalan sewa kios yang diduga menjadi kasus dugaan pemungutan liar (Pungli).
Baca Juga:Anggota DPRD Makassar Penjamin Jenazah Covid-19 Dapat Hukuman Percobaan
Selain membayar sewa kios, Dio juga menyampaikan bahwa dirinya juga mendapat ancaman dari pengelola dan tidak diijinkan lagi untuk berjualan di Kios Kanre Rong. Padahal, sudah membayar uang sewa.
"Saya sampaikan kepada Ibu Kadis kalau saya tidak keluar, tempatku akan diobrak-abrik. Dan Ibu Kadis mengatakan saya akan laporkan ke polisi," jelas Dio.
Hal serupa juga ternyata dialami oleh pedagang lain bernama Wilhelmus (50 tahun). Hanya saja, tarif sewa kios yang dikenakan kepada pedangang nasi kuning ini lebih mahal dibandingkan dengan pembayaran sewa yang dikenakan kepada Dio.
"Dia (pengelola) bilang yang pembayaran bulanan sudah tidak ada. Jadi terpaksa kita bayar yang satu tahun Rp 8 juta," ungkap Wilhelmus.
Wilhelmus mengaku baru berdagang selama satu minggu di Kios Kanre Rong, Karebosi, Makassar. Ia baru mengetahui bahwa tidak ada tarif sewa kios di tempat itu atau gratis setelah mendengar pembicaraan para pedagang lain dan pelanggan nasi kuningnya.
"Sudah saya bayar baru saya tahu kalau ternyata gratis. Seperti itu ada pemungutan liar, cuma mau bagaimana lagi karena kita juga lagi butuh," kata dia.
"Cuma yang saya keluhkan, saya ini dikenakan kemahalan. Tidak merata karena tetangga saya Rp 500 perbulan. Kalau saya Rp 8 juta pertahun bayar sama pengelola," jelas Wilhelmus.
Wilhelmus menduga ada pemungutan liar dari tarif pembayaran sewa kios yang dilakukan pengelola. Apalagi, pada kuitansi pembayaran sewa kios yang diberikan pihak pengelola terdapat kejanggalan.
"Yang tanda tangan bukan pengelola, karena di kuitansi pembayaran bukan dia punya nama, tapi namanya Nasaruddin," katanya.
Penjabat Wali Kota Makassar Rudy Djamaluddin yang ditemui kaget saat mendengar adanya kasus dugaan pemungutan liar yang dialami pedagang kaki lima (PK5) di Kanre Rong, Karebosi, Makassar.
"Ada pungli ka? Begini kita testimoni dulu dari pedagang langsung. Jangan kita menduga-duga juga," kata Rudy saat ditemui di Balai Kota Makassar, Jalan Ahmad Yani, pagi tadi.
Rudy menegaskan apabila kejadian pemungutan liar tersebut memang benar terjadi, mestinya para pedagang yang dikenakan tarif sewa kios tersebut melapor.
"Mestinya minta pedagang ini yang kena pungli, suruh melapor ke saya. Saya itu tidak senang menduga-duga, saya senang kepastian," katanya.
Kontributor : Muhammad Aidil