Ketika Sastra Daerah Tak Diminati, Begini Tanggapan Pegiat Literasi Sulsel

Mestinya, pembelajaran bahasa daerah itu dimasifkan dan diintenskan. Karena ada dasar hukumnya.

Muhammad Yunus
Senin, 07 September 2020 | 15:40 WIB
Ketika Sastra Daerah Tak Diminati, Begini Tanggapan Pegiat Literasi Sulsel
Sastra Sabtu Sore dalam rangka menyambut Hari Aksara Internasional, 8 September 2020. Digelar di Taman Baca Lontaraq Masjid Ashabul Jannah, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Provinsi Sulawesi Selatan, Sabtu (5/9/2020)

SuaraSulsel.id - Kembong Daeng, Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Daerah Fakultas Bahasa Sastra (FBS) Universitas Negeri Makassar (UNM) mengatakan, dalam berkarya butuh keikhlasan. Demikia pesan Kembong di acara "Sastra Sabtu Sore”.

Sastra Sabtu Sore merupakan diskusi santai yang diadakan di Taman Baca Lontaraq Masjid Ashabul Jannah, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Provinsi Sulawesi Selatan.

Diskusi diprakarsai oleh DPK Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Lembaga Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan Sulawesi Selatan (LAPAKKSS), dan Komunitas Puisi (KoPi) Makassar.

Menunjukkan perlunya kepedulian untuk bisa secara konsisten menghasilkan karya-karya yang diabdikan bagi masyarakat.

Baca Juga:Bobol Warung Warga, 2 Pria di Tanjungbalai Ditangkap Polisi

Apalagi terhadap sastra daerah, yang kurang diminati. Bahkan cenderung terabaikan. Padahal UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan pada intinya menegaskan bahwa utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing.

"Mestinya, pembelajaran bahasa daerah itu dimasifkan dan diintenskan. Karena ada dasar hukumnya," kata Kembong Daeng, di hadapan peserta diskusi yang terdiri dari akademisi, penyair, seniman, dan pegiat literasi Sabtu (5/9/2020).

Dia kemudian merujuk pada Pergub Sulsel Nomor 79 Tahun 2018 tentang Pembinaan Bahasa Daerah di Sulawesi Selatan.

Sayang, Pergub ini kurang maksimal diimplementasikan. Karena itu, Kembong mengajak semua pihak berkomitmen memajukan bahasa daerah. Sebagaimana spirit regulasi yang ada, termasuk kebijakan membantu penerbitan dan pencetakan buku-buku bertema sastra daerah.

Kembong Daeng sudah menunjukkan totalitasnya sejak mulai menulis tahun 2004. Buku pertamanya tentang pembelajaran Basa Mangkasara, dan nanti akan terbit bukunya yang ke-50, yakni "Kelong Pannyaleori".

Baca Juga:Anita Kolopaking Tolak Perpanjang Masa Penahanan, Ini Alasannya

"Buku saya yang sedang dalam proses penerbitan adalah "Kelong Pannyaleori", terdiri dari 33 jilid, di mana setiap jilid terdiri dari 100 judul puisi. Kelong ini disusun dari ka-ha," jelasnya.

Terkait buku Antologi Puisi "Perempuan Makassar", Kembong Daeng mengatakan, diberi judul begitu karena salah satu puisi dalam buku tersebut berjudul "Perempuan Makassar".

Puisi yang berkisah tentang perempuan sebagai jenis kelamin maupun peran sosial (gender) itu dianggap bisa mewakili isi bukunya.

Selain berkisah tentang perempuan, puisi-puisinya juga bertema cinta dan kasih sayang kepada Tuhan, orang tua, keluarga, dan mahasiswa, di samping puisi-puisi bertema alam sekitar dan kampung halaman.

"Saya tertarik menulis puisi dalam bahasa Indonesia karena mau buktikan, saya bisa menulis dalam bahasa Indonesia," katanya memberi alasan.

Selama ini, Kembong Daeng memang dikenal sebagai sosok yang tekun menulis buku ajar berbahasa daerah, khususnya bahasa Makassar.

Buku-buku yang sudah dihasilkan, baik individu atau tim, antara lain: "Gaya Bahasa Makassar", "Sintaksis Bahasa Makassar", "Pappilajarang Basa Mangkasarak untuk SD kelas I-VI (Sipakainga)", "Pappilajarang Basa Mangkasarak untuk SMP kelas VII-IX", "Kosakata Tiga Bahasa (Indonesia-Makassar-Bugis), dan "Kelong-kelongna Tau Mangkasaraka".

Mayong Maman, Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNM, yang hadir dalam acara perdana "Sastra Sabtu Sore" itu, mengapresiasi karya-karya yang sudah ditelorkan Kembong Daeng.

Sementara Yudhistira Sukatanya, penulis, sutradara teater, dan sastrawan, yang aktif memajukan dunia literasi di Sulsel, juga memuji pengabdian yang ditunjukkan Kembong Daeng.

"Tidak banyak pengajar yang rutin berkarya, termasuk perempuan penyair yang tetap produktif membukukan pemikiran-pemikirannya," puji Yudhistira Sukatanya.

Beberapa puisi Kembong Daeng dibacakan, antara lain oleh Rosita Desriani, yang membaca puisi Rahasia Ilahi, dan Yudhistira Sukatanya yang membaca puisi Makna Ketulusan.

Kegiatan yang diadakan dalam rangka menyambut Hari Aksara Internasional, 8 September 2020, itu dipandu oleh Rusdin Tompo sebagai moderator. Diakhir acara dilakukan penyerahan buku ke beberapa orang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini