- Peneliti media Beche BT Mama mencatat 17 kasus kekerasan terhadap jurnalis terjadi sepanjang 2025 di Kawasan Timur Indonesia.
- Kasus kekerasan ini meliputi fisik, intimidasi, ancaman, dan serangan digital, didominasi oleh Sulawesi Utara dengan lima kasus.
- Pentingnya kolaborasi antara media, masyarakat sipil, dan pemangku kebijakan untuk memperkuat perlindungan jurnalis di wilayah tersebut.
SuaraSulsel.id - Peneliti media, Beche BT Mama menyebut kekerasan terhadap jurnalis di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Masih menjadi persoalan serius dan sepanjang 2025, dan tercatat ada 17 kasus kekerasan terhadap wartawan di wilayah itu.
"Kasus tersebut terjadi di wilayah Indonesia Timur, di tengah derasnya arus hoaks dan disinformasi berbasis teknologi," kata Beche di Makassar, Kamis (18/12).
Pada diskusi penguatan jurnalisme dan teknologi untuk membangun ekosistem informasi yang tangguh, ia mengatakan, dari total 17 kasus itu, Sulawesi Utara menjadi wilayah dengan jumlah kasus tertinggi yakni lima kasus.
Disusul Maluku Utara dan Sulawesi Selatan yang masing-masing mencatat tiga kasus.
Menurut Beche, kekerasan yang dialami jurnalis tidak hanya berbentuk fisik, tetapi juga intimidasi, ancaman, hingga serangan digital.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa kebebasan pers di Indonesia Timur masih berada dalam tekanan, terutama saat jurnalis menjalankan fungsi kontrol sosial.
Lebih jauh dijelaskan, meningkatnya kekerasan terhadap jurnalis tidak terlepas dari lemahnya ekosistem informasi dan maraknya disinformasi.
“Di tengah banjir hoaks, serangan ke jurnalis, dan disinformasi berbasis teknologi, kita membutuhkan jurnalisme yang kuat, teknologi yang etis, dan kolaborasi nyata,” ujarnya.
Baca Juga: Terungkap! 6 Tokoh Kekerasan Dunia yang Jadi "Idola" Pelaku Bom di SMAN 72 Jakarta
Sementara itu, CEO PT Kabar Indonesia Group (KIG) Upi Asmaradana menyoroti keterbatasan infrastruktur digital di KTI yang memperberat kerja-kerja jurnalistik.
Ia menyebut banyak penggiat media dan jurnalis di wilayah timur, mulai dari Ternate hingga Jakarta, menyampaikan harapan besar agar ada perbaikan perlindungan jurnalis dan penguatan media lokal.
Hal itu mengingat bahwa tantangan kekerasan terhadap jurnalis kini juga berkaitan erat dengan perkembangan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI).
Menurut dia, media berada di persimpangan antara beradaptasi dengan teknologi atau tergerus oleh perubahan.
“Jika media tidak menggunakan AI, maka akan tertinggal. Namun kita tidak boleh kehilangan kendali. Teknologi harus dikemudikan agar tetap berpihak pada demokrasi dan kepentingan publik,” imbuhnya.
Sementara itu, Uslimin dari Presidium Kaukus Timur Indonesia menegaskan pentingnya kolaborasi antara media, masyarakat sipil, dan pemangku kebijakan untuk menghentikan kekerasan terhadap jurnalis.
Berita Terkait
Terpopuler
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
Terkini
-
Kejaksaan Periksa Anak Buah Tito Karnavian: Dugaan Korupsi Bibit Nanas Rp60 Miliar
-
Ledakan Guncang Kafe di Makassar, Ini Dugaan Awal
-
Jeritan Ibu-Ibu Korban Banjir Minta Cangkul dan Sekop ke Jusuf Kalla
-
Stadion Untia Makassar Jadi Proyek Strategis Tahun 2026
-
17 Kasus Kekerasan Menimpa Jurnalis di Indonesia Timur Sepanjang 2025, Ini Wilayah Terparah