Muhammad Yunus
Kamis, 20 November 2025 | 17:56 WIB
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan melakukan penggeledahan di sejumlah kantor, Kamis (20/11). Mendalami dugaan korupsi pengadaan bibit nanas tahun anggaran 2024 senilai Rp60 miliar [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara]
Baca 10 detik
  • Kejati Sulsel menyelidiki dugaan korupsi Rp60 miliar pengadaan bibit nanas tahun 2024, menemukan indikasi mark-up anggaran.
  • Penyidik menggeledah tiga lokasi pada 20 November 2025, mengamankan berbagai dokumen pendukung proses anggaran dan pelaksanaan proyek.
  • Kasus ini berawal laporan mahasiswa pada Oktober 2025; sepuluh orang telah diperiksa, namun belum ada penetapan tersangka.

SuaraSulsel.id - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan terus mendalami dugaan korupsi pengadaan bibit nanas tahun anggaran 2024 senilai Rp60 miliar.

Setelah melakukan serangkaian penggeledahan sejak siang hingga malam di tiga lokasi pada Kamis, 20 November 2025, penyidik menemukan indikasi awal bahwa proyek hortikultura bibit nanas mengandung praktik mark-up atau penggelembungan anggaran.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Rachmat Supriady, mengatakan penggeledahan dilakukan untuk mengumpulkan dokumen-dokumen pendukung yang dapat menguatkan penyidikan.

Tiga titik digeledah berturut-turut. Pertama di kantor perusahaan rekanan PT A di Gowa, Kantor Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPH Bun) Sulsel, serta Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sulsel.

"Kami melakukan penggeledahan dari siang sampai malam untuk mendapatkan bukti-bukti tambahan terkait tindak pidana korupsi pada pengadaan bibit nanas tahun 2024," ujar Rachmat usai memimpin penggeledahan.

Ia menambahkan, sejumlah dokumen mengenai usulan kegiatan, proses pencairan anggaran, hingga catatan perusahaan rekanan turut diamankan.

Dalam penggeledahan berantai yang digelar, penyidik membawa pulang sejumlah dokumen penting.

Dari kantor PT A, tim menyita dokumen pengadaan bibit, perjanjian kerja sama, hingga laporan progres kegiatan.

Dari kantor Dinas TPH Bun, penyidik mengamankan dokumen usulan program, laporan serapan anggaran, serta dokumen pendistribusian bibit ke kabupaten.

Baca Juga: Kejati Geledah Ruang Kepala BKAD Pemprov Sulsel Dijaga Ketat TNI

Adapun dari BPKAD Provinsi Sulsel, penyidik membawa salinan pencairan anggaran, termasuk bukti-bukti administrasi yang menjadi dasar pencairan.

Menurut Rachmat, penyimpangan dalam proyek tersebut mulai terlihat dari hasil penelusuran awal.

"Temuan penyidik untuk sementara terkait dengan mark up dan pelaksanaan kegiatannya. Tetapi ini masih terus kami kembangkan," katanya.

Meski nilai proyek mencapai Rp60 miliar, Kejati belum mengumumkan detail besaran kerugian negara. Ia bilang pendalaman masih dilakukan penyidik.

Hingga kini belum ada seorang pun yang ditetapkan tersangka. Namun, penyidik telah memeriksa sedikitnya sepuluh orang sejak tahap penyelidikan dimulai pada Oktober 2025.

"Yang diperiksa dari kemarin penyelidikan kurang lebih 10 orang. Kasusnya dilaporkan sejak bulan Oktober 2025. Sampai kini belum ada tersangka, ini kita baru penyidikan pun ini kita langsung estafet," ucap Rachmat.

Rachmat mengaku seluruh dokumen tersebut akan dianalisis untuk mengetahui apakah ada rekayasa kebutuhan, lonjakan harga yang tidak wajar, atau penggandaan item anggaran.

Kasus ini mulanya mencuat setelah mahasiswa yang tergabung dalam Garda Aktivis Mahasiswa Indonesia (GAKMI) melaporkan dugaan korupsi proyek pengadaan dan penanaman bibit nanas tersebut.

Laporan disampaikan setelah mereka menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Dinas TPH Bun Sulsel dan Kejati Sulsel pada Oktober lalu.

Jenderal Lapangan GAKMI, Dhincorax menilai proyek bibit nanas itu penuh kejanggalan.

Ia menyebut adanya ketidaksesuaian jumlah bibit yang diterima petani, distribusi yang tidak transparan, hingga dugaan kuat mark-up anggaran.

"Rp60 miliar itu bukan angka kecil. Ini uang rakyat dan harus diawasi. Kami mendesak kejaksaan segera memanggil dan memeriksa seluruh pihak terkait, termasuk rekanan dan pejabat dinas," tegas Dhincorax.

Kepala Desa Tidak Tahu

Salah satu lokasi distribusi bibit nanas berada di Desa Jangan-Jangan, Kecamatan Pujananting, Kabupaten Barru.

Kepala desa, Rahmansyah, mengaku terkejut mendengar kabar bahwa anggaran proyek tersebut mencapai Rp60 miliar.

Ia menegaskan pihak desa sama sekali tidak tahu. Mereka juga tidak menerima anggaran dalam bentuk uang.

"Saya tidak tahu-menahu soal dana Rp60 miliar itu. Sepemahaman kami di desa, kami hanya menerima bantuan bibit sebanyak 300 ribu batang, ditambah 1.500 bibit cadangan untuk mengganti tanaman yang mati atau gagal tumbuh," ujar Rahmansyah.

Kata Rahmansyah, bantuan bibit itu merupakan bagian dari program pengembangan hortikultura di Barru. Setidaknya tujuh kecamatan ikut menanam bibit nanas tersebut dan Desa Jangan-Jangan ditunjuk sebagai salah satu sentra penanaman.

Menurutnya, seluruh penyaluran bantuan dilakukan langsung oleh dinas teknis, dan pihak desa hanya menerima serta membagikannya ke kelompok tani.

Pemprov Sulsel Hormati Proses Hukum

Plt Kepala Dinas Kominfo SP Sulsel Andi Winarno Eka Putra saat dikonfirmasi mengatakan bahwa Pemprov Sulsel tentu menghormati proses hukum yang berjalan.

"Kami sudah dengar itu, dan tentu Pemprov menghargai proses hukum yang berjalan," singkat Andi Winarno.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More