- Penegakan hukum pemilu masih menyimpan banyak celah dan belum memiliki sistem yang kuat dan independen
- Penanganan pelanggaran pemilu selama ini kerap bercampur dengan sistem peradilan umum
- Taufan mengusulkan agar penyidikan perkara pemilu bisa dilakukan secara in absentia
SuaraSulsel.id - Anggota Komisi II DPR RI, Taufan Pawe, mendorong pembentukan Peradilan Khusus Pemilu sebagai langkah reformasi hukum pemilu di Indonesia.
Menurutnya, selama ini penegakan hukum pemilu masih menyimpan banyak celah dan belum memiliki sistem yang kuat dan independen.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi pembicara utama dalam Rapat Koordinasi Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dan Forum Masukan Regulasi Pemilu dan Pemilihan yang digelar Bawaslu Sulawesi Selatan di Hotel MaxOne, Makassar, Sabtu (25/10/2025).
Acara tersebut bertema “Penguatan Kelembagaan Gakkumdu terhadap Regulasi Undang-Undang Pemilu” dan dihadiri unsur pimpinan Gakkumdu kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan.
Taufan menilai, penanganan pelanggaran pemilu selama ini kerap bercampur dengan sistem peradilan umum, sehingga membuat prosesnya lambat dan berpotensi tidak konsisten.
“Sudah waktunya kita memiliki Peradilan Khusus Pemilu agar penanganan pelanggaran tidak lagi bercampur dengan sistem peradilan umum. Ini penting untuk menjaga independensi, kecepatan, dan kepastian hukum,” tegas Taufan, yang juga anggota Badan Anggaran DPR RI.
Selain itu, Taufan mengusulkan agar penyidikan perkara pemilu bisa dilakukan secara in absentia — atau tetap dilanjutkan meskipun terlapor tidak hadir.
“Jangan sampai proses hukum berhenti hanya karena terlapor tidak hadir. Ini penting agar tidak ada celah bagi siapa pun untuk menghindar dari tanggung jawab hukum,” ujarnya.
Langkah ini, kata Taufan, bisa memperkuat efektivitas penegakan hukum pemilu yang sering terkendala oleh faktor administratif dan ketidakhadiran pihak terlapor.
Baca Juga: Satu Kertas Suara untuk Semua? Ide Gila dari Parepare Bisa Ubah Pemilu RI
Waktu 14 Hari Dinilai Tak Realistis
Dalam kesempatan itu, mantan Wali Kota Parepare dua periode ini juga menyoroti batas waktu penyidikan tindak pidana pemilu yang hanya 14 hari kerja.
Menurutnya, waktu tersebut tidak realistis untuk melakukan pemeriksaan saksi, mengumpulkan bukti, serta menyusun berkas perkara secara menyeluruh.
“Empat belas hari itu terlalu singkat untuk proses pembuktian dan pemeriksaan mendalam. Kita harus realistis jika ingin keadilan benar-benar ditegakkan,” tutur Taufan.
Taufan juga menekankan perlunya memperkuat peran Bawaslu sebagai kendali utama dalam Sentra Gakkumdu, agar koordinasi antara unsur Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan berjalan efektif.
“Bawaslu harus menjadi pemimpin utama di Gakkumdu. Kepolisian dan Kejaksaan berperan mendukung, bukan mendominasi,” ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Begini Cara FEB Unhas Dorong Pelaku UMKM Maros Lebih Adaptif dan Tahan Banting
-
5 Ide Liburan Keluarga Anti Bosan Dekat Makassar Sambut Akhir Tahun
-
WNA Asal Filipina Menyamar Sebagai Warga Negara Indonesia di Palu
-
Pelindo Regional 4 Siap Hadapi Lonjakan Arus Penumpang, Kapal, dan Barang
-
Hutan Lindung Tombolopao Gowa Gundul Diduga Akibat Ilegal Logging