Muhammad Yunus
Selasa, 21 Oktober 2025 | 12:42 WIB
Puluhan warga, termasuk anak-anak mendatangi Kantor Gubernur Sulsel menolak rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar, Selasa (21/10) [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara]
Baca 10 detik
  • Membawa poster menolak rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
  • Warga takut proyek yang digadang-gadang ramah lingkungan itu justru membawa ancaman baru bagi kesehatan
  • PLTSa di Makassar merupakan bagian dari program nasional yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto

SuaraSulsel.id - Puluhan warga dari berbagai kalangan, termasuk anak-anak, mendatangi Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Selasa, 21 Oktober 2025.

Mereka membawa poster dan suara lantang menolak rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar.

Warga meminta bantuan Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman agar turut menyuarakan penolakan tersebut ke Kementerian ESDM.

Warga takut proyek yang digadang-gadang ramah lingkungan itu justru membawa ancaman baru bagi kesehatan dan kehidupan mereka.

"Kami tidak menolak pembangunan, tapi jangan sampai merusak air dan lingkungan kami," kata salah satu warga, Nurlina dengan lantang.

Nurlina mengaku lokasi rencana pembangunan PLTSa adalah jalur ke sekolah. Jika itu terwujud, maka anak-anak mereka akan jadi korban.

"Di situ ada sekolah, anak-anak setiap hari lewat. Kami tidak mau pembangunan menyakiti anak-anak kami," tambahnya.

Rencana pembangunan PLTSa di Makassar merupakan bagian dari program nasional yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto.

Pemerintah menargetkan pembangunan 34 pembangkit listrik tenaga sampah di kota-kota strategis dalam dua tahun ke depan.

Baca Juga: Imigrasi: Setiap Pekan Ribuan Warga Berangkat Umrah dari Makassar

PLTSa di Makassar dirancang berkapasitas 20 megawatt, dengan target pengolahan 1.000 ton sampah per hari.

Namun, di balik ambisi besar itu, sebagian warga justru cemas.

Mereka mengingat pengalaman buruk di beberapa daerah lain, di mana pembangkit serupa menimbulkan bau menyengat dan pencemaran air tanah.

Puluhan warga, termasuk anak-anak mendatangi Kantor Gubernur Sulsel menolak rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar, Selasa (21/10) [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara]

"Banyak warga masih pakai air pompa karena PDAM tidak lancar. Kalau air tanah tercemar, mau minum apa lagi?" tegas Nurlina.

Sementara itu, Pemerintah Kota Makassar mengaku belum bisa mengambil langkah konkret terkait proyek tersebut.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Makassar, Helmy Budiman menyebut pihaknya masih menunggu kejelasan hukum dari pemerintah pusat. Hingga saat ini belum ada tindak lanjut.

"Sepanjang belum ada landasan hukum yang baru, kami belum bisa bersikap. Kami berharap perpres pengganti segera terbit agar proyek ini jelas arahnya," kata Helmy.

Helmy menjelaskan, proyek PLTSa di Makassar sebelumnya berada di bawah payung hukum Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah.

Namun, beleid itu kini digantikan dengan Perpres Nomor 109 Tahun 2025 yang diteken Presiden Prabowo pada 10 Oktober lalu.

Perubahan regulasi tersebut membuat pemerintah daerah harus berhati-hati.

Apalagi, Makassar telah memiliki kontrak kerja sama dengan PT SUS sebagai investor proyek PSEL (Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik).

"Kalau ada perubahan signifikan dalam aturan baru, kami akan kaji ulang dan konsultasi ke pusat," ujarnya.

Dalam Perpres 109/2025, pemerintah menegaskan bahwa proyek pengolahan sampah menjadi energi terbarukan akan diatur lebih ketat di bawah koordinasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sendiri menyebut, kementeriannya akan menetapkan seluruh proses perizinan, termasuk keputusan harga jual listrik.

"Nanti semua perizinan dan harga akan ditetapkan oleh ESDM, tapi prioritas pengelolaannya ada di Danantara," ujar Bahlil, Senin, 20 Oktober 2025, kemarin.

Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara menjadi lembaga utama yang ditunjuk untuk mengawal proyek ini.

Melalui kerja sama dengan PLN, listrik hasil pembangkit tenaga sampah akan dibeli dengan harga tetap sebesar 20 sen dolar AS per kilowatt hour (kWh), tanpa negosiasi dan tanpa eskalasi harga.

Pemerintah pusat menilai proyek ini sebagai langkah strategis untuk menjawab dua persoalan sekaligus. Penumpukan sampah dan keterbatasan pasokan energi.

Dalam rapat di Istana Presiden, Senin, 20 Oktiber 2025, Presiden Prabowo mengatakan, proyek PLTSa akan dibangun melalui Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara).

Pengembangan mempertimbangkan tumpukan sampah yang menggunung di berbagai wilayah hingga mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.

Hal ini, lanjut Prabowo, akan menimbulkan ancaman bagi kesehatan, lingkungan, dan citra pariwisata Indonesia. Orang-orang tidak akan mau berwisata ke Indonesia jika lingkungannya jorok.

"Sampah yang menggunung bisa menjadi ancaman bagi kesehatan, lingkungan, dan citra pariwisata Indonesia," kata Presiden Prabowo.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More