Muhammad Yunus
Kamis, 16 Oktober 2025 | 14:06 WIB
Ketua DPRD Kabupaten Bone, Andi Tenri Walinonong [Suara.com/Istimewa]
Baca 10 detik
  • Legislator menyatakan kehilangan kepercayaan terhadap ketua karena dianggap mencederai marwah lembaga
  • Keputusan-keputusan politik yang diambil Ketua DPRD Bone dinilai sarat kepentingan pribadi
  • Situasi tersebut dianggap menghambat kinerja lembaga legislatif dan berpotensi berdampak pada pelayanan publik

SuaraSulsel.id - Suasana politik di DPRD Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan tengah bergejolak.

Sebuah surat mosi tidak percaya yang ditandatangani oleh 35 dari total 45 anggota dewan, mengguncang posisi Ketua DPRD Bone, Andi Tenri Walinonong.

Surat yang bertanggal 10 Oktober 2025 itu ditujukan kepada pimpinan DPRD Bone.

Di dalamnya, para legislator menyatakan kehilangan kepercayaan terhadap sang ketua karena dianggap mencederai marwah lembaga, melanggar tata tertib, serta menjalankan kepemimpinan yang tidak mencerminkan asas kolektif kolegial.

Mosi tersebut ditandatangani oleh Hj Adriani A. Page dari Fraksi PPP bersama 34 anggota lainnya.

Menariknya desakan agar Tenri mundur juga datang dari internal partainya sendiri, Gerindra.

"Selama ini, banyak usulan fraksi yang ditolak tanpa alasan jelas. Sikap itu membuat kami merasa tidak dihargai," kata Adriani singkat, Kamis, 16 Oktober 2025.

Dalam surat mosi tidak percaya itu dijelaskan, keputusan-keputusan politik yang diambil Ketua DPRD Bone dinilai sarat kepentingan pribadi dan mengabaikan semangat kebersamaan antarfraksi.

Salah satu pemicu utama munculnya mosi adalah penundaan pembahasan dan penandatanganan APBD Perubahan 2025. Para anggota DPRD menilai, keterlambatan itu terjadi karena ego personal sang ketua.

Baca Juga: Tragis! Penambang Tewas di Palu, DPRD Desak Tindakan Tegas

Situasi tersebut dianggap menghambat kinerja lembaga legislatif dan berpotensi berdampak pada pelayanan publik.

"Jika APBD-P tidak segera ditetapkan, otomatis masyarakat yang dirugikan," tulis pernyataan dalam surat itu.

Para legislator pun mendesak Badan Kehormatan DPRD Bone agar memeriksa dan memberikan sanksi tegas.

Mereka bahkan meminta agar Badan Kehormatan merekomendasikan penggantian Ketua DPRD, karena dinilai lalai dan menghambat fungsi lembaga.

Sumber lain menyebut mosi ini juga dipicu oleh persoalan penentuan jabatan Sekretaris Dewan (Sekwan). Semua fraksi disebut telah merekomendasikan satu nama hasil asesmen resmi.

Namun, Tenri disebut menolak menandatangani surat rekomendasi hanya karena alasan komunikasi pribadi. Stempel lembaga bahkan sempat disembunyikan agar surat tidak bisa diproses.

Sikap tersebut dianggap tidak mencerminkan etika seorang pimpinan legislatif.

"Kami ingin keputusan yang berdasarkan musyawarah, bukan karena hubungan pribadi," kata Adriani.

Meski mayoritas menandatangani mosi, sembilan anggota DPRD Bone memilih tidak ikut dalam gerakan tersebut.

Mereka menilai perbedaan internal sebaiknya diselesaikan dengan jalan musyawarah dan kekeluargaan.

Salah satunya adalah Andi Muhammad Salam, yang meminta agar dinamika politik di parlemen tidak menimbulkan perpecahan. Ia minta kasus ini dibahas sesegera mungkin secara internal di DPRD.

"Saya menghargai langkah politik teman-teman, tapi saya lebih memilih menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan," ujarnya.

Pernyataan itu menunjukkan bahwa konflik di tubuh DPRD Bone belum sepenuhnya bulat. Namun, tekanan politik terhadap Andi Tenri kini semakin berat.

Bila mayoritas anggota tetap bersikeras, posisi kursi ketua tentu terguncang.

Siapa Andi Tenri Walinonong?

Andi Tenri Walinonong bukan sosok baru di politik Bone.

Perempuan kelahiran Bone, 28 Desember 1993 itu mencatat sejarah sebagai perempuan pertama yang memimpin DPRD Kabupaten Bone.

Ia adalah putri dari tokoh masyarakat Bone, H. Andi Maddusila Takka (Petta Haji Aras) dan Hj. Andi Hermi Sanawawi.

Masa kecilnya dihabiskan di Desa Timusu, Kecamatan Ulaweng, sebelum melanjutkan pendidikan ke Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Karier politiknya dimulai saat ia maju lewat Partai NasDem pada Pemilu 2019, namun gagal meraih kursi.

Lima tahun kemudian, Tenri kembali bertarung melalui Partai Gerindra dan berhasil memperoleh 7.828 suara, tertinggi di internal partai.

Dengan kemenangan itu, ia resmi menjabat Ketua DPRD Bone periode 2024-2029, sekaligus menjadi simbol perubahan dalam politik daerah.

Namun kini, kursi yang diraihnya justru tengah digoyang oleh gelombang ketidakpercayaan dari rekan-rekannya sendiri.

Mosi tidak percaya terhadap pimpinan lembaga legislatif sejatinya merupakan instrumen politik, bukan hukum.

Langkah ini lazim digunakan untuk menyatakan hilangnya dukungan mayoritas terhadap seorang pemimpin yang dianggap menyimpang atau gagal menjaga netralitas lembaga.

Dalam kasus Andi Tenri, persoalan bukan semata soal kebijakan, tetapi juga gaya kepemimpinan. Mungkin bagi sebagian sesamanya di legislator, Tenri dianggap terlalu dominan dan kurang membuka ruang dialog.

Kini, nasib Tenri berada di ujung tanduk. Apakah ia akan bertahan atau harus mengundurkan diri dari kursi pimpinan, semuanya akan bergantung pada dinamika politik internal dan keputusan Badan Kehormatan DPRD Bone.

Andi Tenri Walinonong sendiri yang dikonfirmasi hingga kini enggan merespon adanya mosi tidak percaya tersebut.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More