Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Senin, 07 Juli 2025 | 12:52 WIB
Warga di empat daerah di Sulawesi Selatan menjadi korban banjir. Banyak warga tidak sempat menyelamatkan diri karena sistem peringatan dini tidak ada [SuaraSulsel.id/Istimewa]

"Sementara di daerah lain, sudah memakai sensor IoT dan prediksi AI, sebagian daerah di Sulsel masih mengandalkan kentongan dan pemantauan manual," ungkap Yusran, Senin 7 Juli 2025.

Padahal, teknologi seperti Soil Moisture Alert (Peringatan Kelembaban Tanah) bisa memprediksi potensi banjir hingga enam jam sebelumnya.

Enam jam adalah waktu yang sangat berharga untuk evakuasi. Sayangnya, tidak ada aturan yang "memaksa" pemerintah daerah untuk mengadopsi teknologi baru, membuat banyak daerah terjebak dengan cara-cara lama.

Masalahnya tidak berhenti di situ. "Koordinasi semrawut, informasi tidak sampai," tambah Yusran.

Baca Juga: Fadli Zon Ungkap Fakta Mengejutkan Keris Sulawesi Selatan

Informasi cuaca ekstrem dari BMKG seringkali mandek di meja birokrasi dan tidak cepat sampai ke masyarakat di level desa.

"Di Bulukumba misalnya, data deforestasi di hulu tidak otomatis memicu siaga banjir di hilir. Akibatnya, masyarakat tidak punya waktu cukup untuk evakuasi," jelasnya.

Saatnya Bangun dari Tidur

Daripada terus meratapi, Yusran menawarkan solusi konkret agar Sulsel bisa "melek" teknologi dan informasi. Kuncinya adalah transformasi total dari hulu ke hilir.

Pasang teknologi cerdas. Wajibkan pemerintah daerah memasang sensor IoT di sungai-sungai rawan seperti di Bantaeng dan Bulukumba.

Baca Juga: 5 Rumah Adat Sulawesi Selatan: Dari Tongkonan Mendunia Hingga Langkanae Penuh Filosofi

Sensor ini akan memantau ketinggian air dan kondisi tanah 24/7.

Buat platform digital. Kembangkan aplikasi atau platform seperti "PetaBencana.id" versi Sulsel.

Platform ini bisa mengirim notifikasi otomatis ke HP warga via SMS atau aplikasi saat bahaya mengancam.

Perbaiki aturan, bukan cuma proyek. Revisi Peraturan Daerah (Perda) untuk mewajibkan Pemda memperbarui sistem peringatan dini setiap 3 tahun. Beri sanksi tegas jika lalai.

Ubah pesan "Waspada" jadi aksi. Ganti pesan darurat yang ambigu dengan instruksi jelas. Contoh: "EVAKUASI KE POSKO TERDEKAT DALAM 1 JAM!"

"Libatkan masyarakat sebagai sensor hidup," tegas Yusran.

Load More